REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA—Pencatutan nama Anas Urbaningrum dalam bon sementara yang dikeluarkan oleh PT Adhi Karya (AK) dalam kasus Hambalang menyeruak menyusul dugaan tak validnya nota senilai Rp 2,01 miliar tersebut.
Kuasa hukum Anas, Asmar Oemar Saleh mengatakan, meski dicurigai adanya pencatutan nama seiring dengan banyaknya kejanggalan dalam bon tersebut namun pihaknya enggan menduga lebih jauh.
“Yang pasti, tidak lama dari tragedi ‘bon sementara’ itu ada oknum Adhi Karya yang membeli sejumlah barang mewah,” ujar Asmar melalui pesan singkatnya kepada Republika Sabtu (28/6).
Asmar mengatakan, setelah bon sementara yang disebut diberikan kepada Anas untuk kongres Demokrat itu cair, diketahui ada transaksi fantastis dilakukan oleh seorang pejabat PT AK. Dijelaskannya, oknum dari PT AK yang enggan ia beberkan namanya diluar persidangan itu membeli dua sepeda motor besar.
Yakni, satu jenis Harley Davidson jenis cross bonth tahun 2010 senilai Rp 340 juta dan Harley Davidson Rood Glide seharga Rp 460 juta. Menurut Asmar, pembelian dua motor produksi negeri Paman Sam ini berhubungan dengan cairnya bon sementara dari PT AK masing-masing bernilai Rp 500 juta untuk 4 nota, dan satu lainnya Rp 10 juta.
“Dan bon yang dituduhkan akan diberikan kepada Anas itu sudah terbukti salahsatunya ternyata tidak asli alias copyan,” ujarnya.
Sebelumnya Asmar mengatakan, tim kuasa hukum menemukan keganjilan dari data aliran uang Rp 2,01 miliar yang disebut mengarah kepada eks Ketua HMI itu. Dikatakannya, saat persidangan memang benar saksi menunjukan lima nota dalam bentuk bon sementara yang bertuliskan angka dengan total Rp 2,01 miliar.
Namun, kata dia, peruntukan dari bon-bon tersebut tak tepat bila disebut untuk Anas, apalagi untuk digunakan modal maju di Kongres Demokrat 2010. “Dari kelima bon tersebut tidak ada satupun yang berhubungan dengan Anas dengan posting proyek Hambalang,” kata Asmar.
Asmar menjelaskan, bahwa pun ada posting di bon tersebut yang bertuliskan ‘biofarma, M3-AU’ untuk pembiayaan kongres, dari segi penanggalan sudah terlihat sebagai hasil rekayasa. Pasalnya, di bon tersebut tertera uang keluar tanggal 18 Juni 2010, sedangkan kongres Demokrat sudah berakhir sejak tanggal 22 Mei 2010.
Pun demikian dengan bon yang tertulis ‘AU sumbangan suara, BF/UGM, untuk pembiayaan kongres Demokat’ terbantahkan karena tanggal yang tertera adalah 1 Juni 2010. “Ini tentu menjadi tidak masuk akal, artinya bon-bon tersebut dikeluarkan jauh setelah kongres Demokrat berakhir,” kata dia.
Sementara untuk sisa bon lainnya, juga tidak ditemukan indikasi itu bisa dijadikan sebagai bukti Anas menerima aliran uang PT AK. Pasalnya, dalam bon-bon tersebut yang tertera bukan untuk proyek Hambalang seperti tuduhan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, tapi tertulis grand design DPR dan Biofarma.
Ia menambahkan, saksi eks Manajer Marketing PT AK Arief Taufiqurahman yang awalnya memberatkan posisi terdakwa pun akhirnya mengakui bahwa memang uang tersebut tidak pernah diminta Anas. Tapi diminta oleh Munadi Herlambang yang mengaku orang dekat Anas.
Dari Munadi pulalah, diketahui Arief, uang itu akan digunakan sebagai biaya menyelenggarakan kongres, bukan untuk dipakai Anas. Jumlahnya sebesar Rp 1 miliar dengan dua kali proses pemberian masing-masing Rp 500 juta.
“Ternyata, dari kelima bon sementara itu tidak ada yang berhubungan dengan Anas kan, dan satu pun tidak ada juga yang berkaitan dengan proyek Hambalang, jadi jelas dakwaan JPU KPK sebelumnya tidak tepat sasaran,” ujar Asmar.
Sebelumnya, JPU KPK mendakawa Anas menerima gratifikasi dari PT AK selaku pemenang tender proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang. Anas disebut JPU menerima pemberian sebesar Rp 2,01 miliar karena sudah membantu PT AK mendapatkan proyek Hambalang. Menurut JPU, uang tersebut akan digunakan Anas untuk modal maju sebagai ketua umum di Kongres Partai Demokrat 2010 silam.