REPUBLIKA.CO.ID, Tidak berapa lama setalah Perang Uhud, Rasulullah memilih enam orang sahabat untuk melaksanakan suatu tugas penting, dan beliau mengangkat Ashim bin Tsabit sebagai pemimpin.
Orang-orang terpilih ini berangkat melaksanakan tugas yang dibebankan oleh Rasulullah kepada mereka.
Di tengah jalan, tidak jauh dari Makkah, sekelompok kaum Hudzail melihat kedatangan mereka. Kelompok itu segera mengepung mereka dengan ketat.
Ashim dan kawan-kawan dengan sigap menyambar pedang masing-masing, dan siap siaga menghadapi segala kemungkinan.
Kata orang-orang Hudzail, “Kalian tidak akan berdaya melawan kami. Demi Allah, kami tidak akan berlaku jahat terhadap kalian jika kalian menyerah. Kalian boleh memercayai sumpah kami dengan nama Allah.”
Para sahabat Rasulullah berpandangan satu sama lain seolah-olah bermusyawarah, sikap apa yang harus diambil. Ashim menoleh kepada kawan-kawannya seraya berkata, “Aku tidak dapat memegang janji orang-orang musyrik itu.”
Kemudian diingatnya sumpah Sulafah untuk menangkapnya. Ashim kemudian menghunus pedangnya sambil berdoa, “Wahai Allah, aku memelihara agama-Mu dan bertempur karenanya. Maka lindungilah daging dan tulangku, jangan biarkan seorang musuh pun menjamah.”
Ashim dan rekan-rekannya menyerang orang-orang Hudzail. Mereka bertiga bertempur mati-matian, sehingga akhirnya roboh dan gugur satu per satu. Adapun kawan Ashim tiga lagi menyerah sebagai tawanan. Mereka dikhianati oleh kaum Hudzail yang tidak memenuhi janji.