REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Jepang akan mencabut sebagian sanksi sepihak yang diberikan kepada Korea Utara, demikian diumumkan oleh Perdana Menteri Shinzo Abe, Kamis setelah pembicaraan mengenai penculikan warga Jepang pada masa Perang Dingin.
Shinzo Abe mengatakan Tokyo menilai Pyongyang --yang berjanji untuk melakukan penyelidikan ulang atas menghilangnya sebagian warga Jepang -- menunjukkan niat baik untuk memecahkan perseteruan yang sudah terjadi puluhan tahun, dan ini memerlukan timbal balik.
"Kami mencapai suatu kesimpulan bahwa suatu skema yang belum pernah terjadi dapat mengarah pada keputusan nasional. Sejalan dengan prinsip-prinsip dasar untuk melakukan tindakan, kami akan mencabut sebagian sanksi yang diberikan Jepang," kata Abe kepada wartawan.
Langkah tersebut dicapai setelah kedua belah pihak melakukan pertemuan di Beijing untuk membahas nasib puluhan bahkan mungkin ratusan warga Jepang yang konon diculik oleh agen rahasia Korea Utara untuk melatih mereka berbicara bahasa Jepang dan mempelajari budaya Jepang, antara tahun 1970-an hingga 1980-an.
Sanksi yang dipertanyakan adalah tambahan pembatasan internasional yang dikenakan sesuai resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) di tengah gencarnya percobaan senjata dan nuklir oleh Korea Utara.
"Pandangan kami adalah menyelesaikan secara menyeluruh masalah penculikan, sedangkan masalah nuklir dan senjata sama sekali tidak berubah," kata Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga kepada wartawan.
"Tentu saja kami akan berkoordinasi dengan Amerika Serikat dan Korea Selatan mengenai masalah-masalah tersebut," tegas Suga.
Tokyo berencana mencabut larangan masuk warga Korea Utara ke Jepang, meniadakan keharusan membayar 100.000 yen (seribu dolar AS) tunai dan mengakhiri larangan bagi sejumlah kapal Korea Utara untuk memasuki pelabuhan-pelabuhan Jepang, demikian pernyataan pemerintah.
Kabinet Abe secara resmi akan mencabut sanksi pada Jumat sesuai rencana Korea Utara untuk mulai membentuk Komite Penyelidik di Pyongyang, kata Suga.
" Korea Utara tampak menunjukkan kesungguhannya, dan Jepang menanggapinya dengan masuk akal, " kata Satoru Miyamoto, seorang pakar Korea Utara di Universitas Seigakuin, di Saitama, sebelah utara Tokyo.
"Namun ini baru awal mengingat tidak ada seorang pun yang tahu hasilnya akan seperti apa," kata Miyamoto kepada AFP.
"Perdana Menteri Abe telah bertaruh dan mulai sekarang harus mengambil keputusan politik yang keras," katanya.
Jepang dan Korea Utara tidak memiliki hubungan diplomatik sedangkan hubungan kedua negara sudah lama berlangsung dalam keadaan saling mudah tersinggung.