Jumat 04 Jul 2014 02:49 WIB

Sejarawan Desak Pemberian Gelar Pahlawan Baru Dihapus

Rep: Binti Sholikah/ Red: Chairul Akhmad
Aktivis Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) berunjuk rasa di depan gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta. Mereka menolak wacana pemberian gelar pahlawan kepada mantan Presiden Soeharto.
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Aktivis Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) berunjuk rasa di depan gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta. Mereka menolak wacana pemberian gelar pahlawan kepada mantan Presiden Soeharto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sejarawan Bonnie Triyana mendesak pemerintah meniadakan pemberian gelar kepahlawanan baru. Sebab, pemberian gelar pahlawan baru sering menuai kritik dari masyarakat.

Dia menilai pahlawan di Indonesia sudah cukup banyak dan diimbangi jumlah koruptor juga cukup banyak. Awalnya dasar hukum gelar kepahlawanan pada zaman pemerintahan Presiden Soekarno berdasarkan Keputusan Presiden No 33 Tahun 1964.

Bangsa Indonesia dinilai tidak mengenal pahlawan. Dia mencontohkan, Tan Malaka diberi gelar pahlawan pada tahun 1960-an tapi namanya tidak ada dalam buku sejarah.

Selain itu, pemberian gelar pahlawan kepada Ida Anak Agung Gde Agung dari Bali juga menuai kritik masyarakat. Lantaran dia dianggap mendukung Belanda pada zaman kemerdekaan.

Pemberian gelar pahlawan dinilai bermasalah, dan hal tersebut dijadikan seremoni setiap tahun ada pahlawan yang dicalonkan.

“Kalau perlu moratorium. Dari pada ribut terus, sudahlah mending dihapuskan saja. Kita bicara lebih jauh bukan saja untuk mencegah atau menolak tapi dihapus saja. Kita harus menolak pemberian gelar kepada Soeharto dan pemberian gelar pahlawan,” kata Bonnie dalam konferensi pers di kantor Indonesian Corruption Watch (ICW), Kamis (3/7).

Menurut Bonnie, Soeharto tidak layak disebut pahlawan karena dalam ketetapan tersebut pahlawan tidak boleh memiliki cacat yang menodai perjuangan. Ide menjadikan Soeharto sebagai pahlawan, lanjutnya, semakin menguat apalagi mendapat dukungan dari Capres Prabowo Subianto.

Menurutnya, pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto akan menutup semua usaha untuk menegakkan keadilan atas apa yang dilakukan Soeharto di masa lalu. Selain itu, akan membuka peluang yang dulu ada pada era Orde Baru untuk mengambil kekuasaan yang dulu hilang.

Soeharto bertanggung jawab pada beberapa peristiwa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan kasus korupsi yang melibatkan keluarganya.

Dia justru mendesak pemerintah agar mendorong penelitian-penelitian yang mendukung penulisan sejarah dengan cara benar dan berimbang. Sehingga Soeharto tidak diberi gelar dengan menutup sejarah agar tidak menimbulkan kontroversi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement