REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki mengatakan ia tidak akan menyerah dan menolak untuk menyerahkan jabatannya, Jumat (4/7). Hal ini ia ungkapkan di tengah kritik banyak pihak yang menginginkan pengunduran diri Maliki.
Maliki telah berada di bawah tekanan yang semakin meningkat sejak oposisi dari kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) mengambil alih banyak wilayah di Irak bulan lalu. ISIS meminta Maliki, sebagai perdana menteri dari syiah mengundurkan diri.
"Saya tidak akan pernah menyerah pada pecalonan saya kembali menjadi perdana menteri. Saya akan tetap menjadi prajurit dan membela kepentingan rakyat Irak," ujar Maliki, dalam sebuah pernyataan di stasiun televisi negara, Jumat (4/7).
Pernyataan Maliki dinilai akan mempersulit perjuangan Irak untuk membentuk suatu pemerintahan yang bersatu. Irak berada dalam kondisi semakin tidak stabil sejak digulingkannya mantan Presiden Saddam Hussein dalam invasi AS di negara itu. Konflik etnis kerap terjadi antara Muslim Syiah dan Sunni, yang menjadi minoritas di Irak.
Maliki juga telah didesak mundur oleh anggota Parlemen Irak yang berasal dari Sunni dan Kurdi. Bahkan, seorang ulama Syiah terkemuka di negara itu juga meminta Maliki keluar dari jabatannya segera untuk menghentikan krisis yang semakin melanda.
Krisis Irak juga menimbulkan keprihatinan bagi Amerika Serikat (AS). Negara yang melakukan invasi pada 2003 lalu juga meminta Maliki mengundurkan diri dan Irak dapat membentuk suatu pemerintahan yang inklusif.