REPUBLIKA.CO.ID, TBILISI -- Georgia melangsungkan upacara pemakaman jenazah mendiang Eduard Shevardnadze. Seorang mantan diplomat Soviet yang dipuji-puji dunia internasional karena membantu upaya mengakhiri Perang Dingin.
Sayangnya, di negaranya sendiri, Shevardnadze menjadi presiden yang kontroversial. Ratusan orang memenuhi Katedral Trinity di Tbilisi untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Shevardnadze.
Shevardnadze meninggal pada usia 86 tahun. Shevardnadze dimakamkan persis di sebelah makam istrinya di kediamannya di ibu kota Georgia.
Shevardnadze adalah menteri luar negeri terakhir Uni Soviet, dipuji oleh para pemimpin dunia atas peranannya dalam perundingan untuk mengakhiri pertikaian Moskow dan Barat yang telah berlangsung lama.
Namun, di dalam negeri, Shevardnadze menjadi sosok yang dibenci setelah lebih dari satu dekade memimpin Georgia pasca-Soviet, yang berakhir dengan peristiwa penggulingan terhadapnya pada 2003.
Berdasarkan upacara Ortodok Georgia tradisional, peti mati Shevardnadze dihiasi dengan bendera kebangsaan dan bunga-bunga. Putra, putri serta cucu-cucunya duduk di kursi-kursi barisan depan demikian, juga dengan para politisi utama Georgia. Mereka semua mengenakan pakaian berwarna hitam dan memegang lilin panjang.
"Saya ingin menyampaikan terima kasih kepada semuanya yang merasakan duka kami," kata putra Shevardnadze, Paat Shevardnadze.
"Sejarah negara dibuat oleh para pahlawan dan rakyat yang bisa meramalkan masa depan dunia. Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa Eduard Shevardnadze memiliki dua aspek itu," katanya menambahkan.
Perdana Menteri Irakli Garibashvili serta Presiden Giorgi Margvelashvili berada di antara para pelayat yang hadir. "Penghapusan hukuman mati memiliki kaitan dengan namanya," kata Margvelashvili ketika memberikan penghormatan bagi sosok yang digantikannya itu.
Tamu-tamu penting dari 28 negara ikuti menghadiri upacara pemakaman, termasuk mantan luar negeri Jerman Hans-Dietrich Genscher dan mantan luar negeri Amerika Serikat James Baker.