REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim yang mengadili perkara tindak pidana korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank tersebut sebagai bank gagal berdampak sistemik menilai Bank Indonesia (BI) sengaja mengubah peraturan BI untuk kepentingan Bank Century.
"Dari pertimbangan berikut terlihat perubahan PBI No 10/26/PBI/2008 menjadi PBI No 10/30/PBI/2008 yang mengubah persyarakat CAR (rasio kecukupan modal) sangat ringan sekali ditujukan agar Bank Century mendapat FPJP," kata ketua majelis hakim Aviantara dalam sidang pembacaan vonis di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (16/7).
Majelis hakim yang terdiri atas Aviantara, Rohmad, Anas Mustaqim, Made Hendra dan Joko Subagyo menilai Budi Mulya melakukan tindak pidana korupsi sehingga divonis 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 5 bulan kurungan.
Dalam pertimbangannya, hakim menilai bahwa Bank Century adalah satu-satunya bank yang mengajukan repo aset atau FPJP ke BI padahal berdasarkan PBI No 10/26/PBI/2008 Bank Century tidak memenuhi syarat memenuhi FPJP.
Bank Century mengajukan fasilitas repo aset pada 30 Oktober 2008 senilai Rp1 triliun tapi berdasarkan PBI Bank Century tidak memenuhi syarat diberikan FPJP karena sesuai PBI disyaratkan CAR minimal 8 persen dan agunan aset lancar selama 12 bulan, sedangkan CAR Bank Century per September hanya 2,35 persen.
Pada rapat 30 Oktober 2008, Dewan Gubernur BI menyetujui pemberian FPJP dengan cara mengubah PBI sehingga fasilitas diberikan meskipun PBI tidak memenuhi dan payung hukum yaitu PBI No 10/26/PBI/2008 belum dibuat dan baru selesai dibuat dan ditandatangan pada 14 November 08.
"Perubahan PBI yang disetujui itu adalah bank diberikan FPJP harus minimal CAR positif dan kedua aset kredit yang diagunkan adalah hanya memiliki liabilitas lancar 3 bulan terakhir," ungkap Aviantara.