Jumat 18 Jul 2014 01:44 WIB

Tiga Pesan Rektor UGM untuk Keluar dari Konflik Pilpres

Rep: Nur Aini / Red: Chairul Akhmad
Petugas melakukan rekapitulasi suara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014-2019 untuk TPS luar negeri (TPSLN) di Gedung KPU Pusat, Jakarta.
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Petugas melakukan rekapitulasi suara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014-2019 untuk TPS luar negeri (TPSLN) di Gedung KPU Pusat, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA – Klaim kemenangan dari kedua pasangan Capres-Cawapres turut membuat Rektor UGM, Pratikno khawatir.

Lantaran kondisi tersebut, rektor yang sempat menjadi moderator debat capres tersebut memberi tiga pesan agar Indonesia keluar dari konflik dalam pemilihan presiden (pilpres).

Pesan pertama, Pratikno menilai kepercayaan bahwa Indonesia sudah berhasil melalui masa sulit dalam demokrasi pasca 1998 perlu ditumbuhkan. Setelah 15 tahun, Indonesia dinilai tidak mengalami jatuh yang cukup serius.

"Kita tidak punya tradisi buruk pada transisi kepemimpinan, seperti Thailand, kita tidak punya junta militer," ungkapnya dalam acara buka bersama awak media massa di kampus Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Kamis (17/7).

Berbagai macam isu pengambilalihan kekuasaan oleh militer pun dinilai tidak terjadi di Indonesia pada 1998. Karena itu, Pratikno menilai prediksi Indonesia akan jatuh setelah 15 tahun karena konflik pilpres merupakan hal yang berlebihan.

"Saya percaya selama ini pemerintah, jika dibandingkan negara demokrasi pasca 1990-an atau teknokrasi gelombang ketiga, kita termasuk sukses. Tidak ada trauma dalam pergantian pimpinan," ungkapnya.

Meski demikian, Pratikno mengaku khawatir dengan kondisi saat ini dimana banyak pihak menjadi partisan politik. "Itu kekhawatiran saya yang paling besar, bukan kompetisi //head to head capres," ujarnya.

Dengan kondisi tersebut, dia mengibaratkan banyak pihak ikut turun main di lapangan, sampai kesulitan cari penonton dan wasit. Berbagai pihak yang ikut jadi partisan politik berasal dari lembaga survei hingga media massa.

Bahkan, Pratikno mengakui, akademisi pun sudah jadi partisan. "Tapi, saya percaya 15 tahun usia demokrasi, kita sudah dewasa dalam berpolitik," ungkapnya.

Dalam pesan keduanya, Pratikno menilai legitimasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu didukung. Meski ada kekurangan dalam penyelenggaraan pemilu, KPU dinilai sudah lebih baik dan transparan. Karena itu, hasil pilpres pun cukup selesai di KPU, tidak perlu sampai ke Mahkamah Konstitusi.

Pesan ketiga, Pratikno mengungkapkan capres dan cawapres merupakan seorang negarawan. Karena itu, negarawan harus bersikap bijaksana sehingga bukan hanya siap menang, tetapi juga siap untuk kalah. "Mari tempatkan capres dan cawapres jadi negarawan dengan segala //wisdom-nya, yang juga siap untuk kalah," ujarnya.

Pratikno pun berharap kedua pasangan capres-cawapres bisa menunggu hasil rekapitulasi suara resmi dari KPU yang diumumkan 22 Juli mendatang. "Mereka harus siap nyatakan kalah bagi yang kalah bagi yang menang siap jalankan tugas," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement