REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Jatim) berkomitmen akan mengakhiri pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) informal ke luar negeri.
"Kami ingin mengakhiri pengiriman TKI informal ke luar negeri. Jadi yang dikirim itu hanya TKI yang mempunyai keahlian, dan tidak mengerjakan semua pekerjaan. Misalnya tukang masak, yang dikerjakan hanya memasak bukan semuanya," ujar Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf saat menerima rombongan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) di Surabaya, Jumat.
Dia menambahkan pihaknya terus berupaya agar tenaga kerja yang berangkat ke luar negeri mempunyai keahlian.
"Kalau sekarang, keahlian yang dimiliki TKI itu umum. Tidak punya keahlian yang spesifik," tambah dia.
Pemprov Jatim, sambung dia, melakukan berbagai upaya. Salah satunya adalah dengan bekerja sama dengan badan sertifikasi profesi.
"Jadi kami ingin TKI formal itu diperlakukan sebagai TKI formal lainnya," kata dia.
Dia menjelaskan alasan Jatim ingin mengakhiri pengiriman TKI informal dikarenakan TKI informal amat rentan masalah seperti penyiksaan.
"Kemudian kami bekerja sama dengan PJTKI. Mereka dilatih sesuai dengan kompetensinya," tukas dia.
Kepala BNP2TKI, Gatot Abdullah Masyur, mengatakan TKI harus meningkatkan kualitasnya.
"Karena kualitas adalah harga mati. Kami tidak akan berkompromi dengan hal itu," kata Gatot.
Jika tidak menempatkan kualitas, sambung Gatot, dikhawatirkan TKI kalah saing dengan tenaga kerja dari negara lain.
"Di Arab Saudi, yang mengerjakan konstruksi Masjidil Haram itu dari Tiongkok. Kemudian tukang sapu di sana, itu dari Bangladesh yang kuat dan tahan banting. Bayangkan, kalau keahlian tidak ditingkatkan kita kalah saing dengan mereka," terang mantan Dubes Indonesia untuk Arab Saudi itu.
Setiap tahunnya, Jawa Timur mengirim sekitar 18.000 TKI ke sejumlah negara.