Sabtu 19 Jul 2014 18:49 WIB

Pemimpin Oposisi Kamboja Desak Krisis Politik Segera Diakhiri

Jen Psaki
Foto: AP
Jen Psaki

REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH -- Pemimpin oposisi Kamboja,Sabtu menyerukan pengakhiran krisis politik yang telah berlangsung selama setahun, setelah sejumlah pesaing orang kuat Perdana Menteri Hun Sen ditahan yang menimbulkan kecaman internasional.

Ribuan orang menyambut ketua Partai Keselamatan Nasional Kamboja (CNRP) Sam Rainsy,yang mempersingkat kunjungannnya ke luar negeri sehubungan dengan tindakan keras yang meningkat terhadap oposisi.

Rainsy menuntut pembebasan delapan politikus CNRP yang menhadapi tuduhan pemberotnakan "segera dan tanpa syarat".

"Kita harus mencarikan satu resolusi politik karena negara kita mengalami krisis selama satu tahun," kata Rainsy kepada para pendukungnya yang menyambut hangat kedatangannya.

Oposisi memboikot parelemen sejak pemilu Juli 2013 yang dipertikaikan karena dituduj terjadi kecurangan.

Para pengamat mengatakan penahanan itu mungkin adalah satu usaha Partai Rakyat Kamboja (CPP) yang dipimpin Hun Sen untuk kembali pada arus utama politik.

Rainsy mengatakan ia bertujuan untuk mengatasi kemacetan itu pada ulang tahun pemilu 28 Juli.

"Saya telah memiliki satu rencana dan keinginan untuk menyelesaikan sengketa politik itu," katanya.

Ia menyerukan pembentukan satu badan pemilihan baru yang akan melibatkan para anggota CNRP untuk menjamin tidak ada kecurangan atau pencurian suara pada masa depan.

Ia menuntut pemilu baru diselenggarakan ,"makin cepat makin baik", setelah reformasi Komisi Pemiliha Nasional,yang dituduh berat sebelah menguntungkan partai yang berkuasa.

Hun Sen, 61 tahun, yang telah berkuasa hampir tiga dasa warsa, sering dikritik oleh para pengkampanye karena mengabaikan hak asasi manusia dan menindak tegas para pembangkang.

Kelompok-kelompok hak asai manusia mengecam tuduhan-tuduhan pemberontakan yang direkayasa terhadap para politikus oposisi , yang termasuk tujuh anggota parlemen yang terpilih dan dapat mencapai 30 tahun penjara jika terbukti.

Sekitar 10.000 pedukung menyambut Rainsy, yang mengunjugi Prancis pertengahan Juni untuk "urusan-urusan diplomatik" kata partainya.

Mereka bergerak melalui jalan-jalan ibu kota Phnom Penh menuju markas besar oposisi diawasi sejumlah personil polisi.

Penahanan itu ada kaitannya degan unjuk rasa yang rusuh Selasa menentang penutupan "Taman Kebebasan" Phnom Penh, lokasi yang dirancang untuk tempat protes.

Setidaknya 40 orang sebagian besar penjaga keamanan digelar oleh pihak berwenang lokal cedera dalam bentrokan itu.

Wakil ketua partai itu Kem Sokha telah dipanggil oleh Pengadilan Kotapraja Phnom Penh untuk diperiksa pekan depan seubungan dengan kerusuhan itu.

Kantor hak asasi manusia PBB mengatakan Jumat "prhatin" dengan penahanan-penahanan itu dan mendesak Kamboja menyelidiki bentrokan itu.

"Setiap tuduhan yang bermotif politik harus segera dicabut," kata juru bicara Ravina Shamdasani.

AS juga mengecam aksi kekerasan itu dan menyeruan pembebasan para pejabat oposisi.

"Kami sekali lagi mendesak pemerintah Kamboja mencabut larangan demonstransi dan mengizinkan bagi pelaksanan kebebasan berkumpul yang damai," kata juru bicara Deplu AS Jen Psaki.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement