Oleh: Hannan Putra
Warga Mesir yang ingin mendulang pahala selama Ramadhan berlomba-lomba untuk menyajikan hidangan berbuka puasa.
Melewatkan Ramadhan di Negeri Seribu Menara, Mesir, merupakan pengalaman yang sangat mengesankan. Apalagi, soal berbuka puasa.
Hampir di seluruh antero Mesir terdapat berbuka puasa gratis yang diselenggarakan pemerintah, Al Azhar, pengurus masjid, perusahaan, hingga perorangan. Seluruh warga Mesir seakan berlomba-lomba untuk menyajikan buka puasa sebanyak-banyaknya.
Istilah jamuan buka puasa tersebut dikenal dengan istilah maidaturrahman. Dalam bahasa Arab, maidah berarti hidangan. Sedangkan, ar-Rahman merupakan salah satu nama Allah yang berarti Maha Pengasih.
Jadi, maidaturrahman dapat diartikan hidangan makanan dari Allah Yang Maha Pengasih. Hal ini merujuk pada tujuan penyelenggaraan maidaturrahman sebagai momen menjalin kasih sayang antarumat Islam.
Munculnya tradisi maidaturrahman erat kaitannya dengan penaklukan Mesir dahulunya oleh tentara Islam. Menurut ulama dan pakar sejarah Mesir Muhammad Abduh, yang pertama kali mengadakan maidaturahman, yaitu pendiri Dinasti Thuluniyah bernama Ahmad bin Tholun. Penyelenggaraan maidaturrahman sebagai upaya persuasif pemerintah kepada warga Mesir saat itu untuk menerima Islam.
Motivasi para penyelenggara maidaturrahman tak terlepas dari rujukan pada hadis, “Siapa yang memberikan buka puasa maka baginya pahala semisal orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang diberinya berbuka itu sedikitpun.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Untuk itulah, warga Mesir yang ingin mendulang pahala selama Ramadhan berlomba-lomba untuk menyajikan hidangan berbuka puasa. Mereka berasumsi, dengan memberi buka puasa, tentu mereka akan mendapatkan pahala orang yang berpuasa lebih banyak.
Jika orang biasa hanya mendapatkan pahala 29-30 kali pada bulan Ramadhan, orang yang menyajikan buka puasa bisa mendapatkan ratusan hingga puluhan ribu pahala berpuasa.