REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Ada tangan terampil di balik keberhasilan di bidang konservasi satwa di Taman Safari Indonesia (TSI) Bogor. Tangan tangan terampil ini adalah para keeper, para dokter hewan , tim medis, dan para kurator yang ahli dibidangnya. Serta mendapat dukungan dan kepercayaan oleh tiga orang Direksi Taman Safari Indonesia.
Ketulusan itulah salah satu indikator yang menjadikan Taman Safari Indonesia berhasil mendapat predikat sebagai Lembaga Konservasi terbaik dengan nilai A beberapa tahun lalu oleh Kementerian Kehutanan, LIPI, dan akademika. Keberhasilan di bidang konservasi ini dibuktikan kembali dengan lahirnya bayi jerapah Afrika (Giraffa camelopardalis ) berkelamin jantan.
Kelahiran bayi jerapah ini tepat pada moment pemilihan Presiden tanggal 9 Juli 2014 lalu. Lahir sekitar pukul 15.00 WIB setelah proses selama tiga jam. Tinggi bayi jerapah ini hampir satu meter dengan berat 100 kg. Lahir dari induk pejantan bernama Tamba. Yang lahir pada tanggal 20 Mei 2008. Sedangkan induk betina bernama Waisa lahir pada tanggal 4 September 2010. Keduanya dari Taman Safari Indonesia.
Keadaan bayi jerapah ini terus dipantau oleh curator TSI, Amy Prastiti, dr. Yohana, dibantu oleh keeper Bahrun dan Darmanto yang sehari harinya merawat si leher panjang ini.
Direktur Taman Safari Indonesia, Jansen Manasang dalam siaran persnya kepada ROL, Ahad (20/7) menyebutkan, bayi jerapah ini akan diberi nama Pilpres, terkait momen kelahirannya. Dengan kelahiran Jerapah ini, jumlah yang ada saat ini sembilan ekor. Pilpres merupakan bayi jerapah kesembilan yang lahir dan lahir tanggal 9 Juli.
Sebelumnya, TSI yang juga anggota PKBSI (Perhimpunan Kebun Binatang se Indonesia), SEAZA (South Asian Zoos Association) dan Waza ( World Association Zoos and Aquaria) berhasil mengembangbiakan satwa satwa lainnya baik satwa asli Indonesia. Termasuk satwa dari berbagai belahan dunia melalui program konservasi Eks-situ.