REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Timses Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, menegaskan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah diabaikan. Rekomendasi yang dikeluarkan berupa pemungutan suara ulang (PSU) tidak digubris sepenuhnya oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Ada modus yang merata di seluruh Indonesia berupa rokomendasi dari Bawaslu tidak dilaksanakan oleh KPU," kata anggota Timses Prabowo-Hatta, Taufik Ridho di Jakarta, Senin (21/7).
Pihaknya meminta KPU sebaiknya menunda pelaksanaan penghitungan suara nasional di 33 Provinsi. "Sebelum KPU putuskan baiknya selesaikan dulu permasalahan yang ada," imbuh Taufik.
Permasalahan tersebut dinilainya menjadi ancaman bagi proses demokrasi di Indonesia. Sebabnya, hal itu berkaitan dengan dugaan kecurangan dan manipulasi suara yang menguntungkan pihak tertentu. Hal itu tentunya merugikan yang lain.
Dalam proses penyelenggaraan pemilu presiden yang berlangsung pada 9 Juli kemarin pihaknya dengan ketat menjaga setiap tempat pemungutan suara (TPS) di 33 provinsi. "Saksi kami itu hampir 95 persen seluruh Indonesia. (Di situ) sebagian ada dari tim Koalisi Merah Putih," ujarnya.
Sebagian dari mereka melaporkan adanya dugaan kecurangan. Hal ini tentu ditindaklanjutinya dengan melaporkan ke Bawaslu. Sayangnya, tidak semua rekomendasi Bawaslu dilaksanakan. Menurut Taufik, hal itulah yang menjadi rujukan Koalisi Merah Putih meminta KPU menunda sidang pleno rekapitulasi perhitungan suara tingkat nasional yang tengah berlangsung.
Sekjen PKS tersebut mengaku, siap mengadu formulir C1 KPU dengan yang ada dipihaknya. Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini meyakini formulir yang dimilikinya lebih valid ketimbang yang dimiliki KPU. Sebab, dalam proses perhitungan suara pihaknya menemukan banyak kejanggalan. "Kami siap adu data C1 dangan yang dimiliki oleh KPU," kata Taufik.