REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Bali menyatakan kecanduan rokok berasal dari Arab atau "Shisha" lebih berbahaya 400-450 kali lipat daripada rokok.
"Shisha tidak termasuk produk narkotika. Namun, memiliki bahaya tersendiri terhadap kesehatan seperti kanker paru, jantung, dan penyakit lainnya," kata Kepala Bidang Pencegahan BNN Provinsi Bali, Ni Ketut Adi Lisdiani, di Denpasar, Senin.
Ia mengatakan shisha yang memiliki rasa "mint" dan beraneka buah-buahan itu dapat menyebabkan ketergantungan dan harganya jauh lebih mahal dari sebungkus rokok. "Apalagi yang menikmatnya pelajar, otomatis mereka membutuhkan uang dari orang tuanya," ujarnya.
Menurut penelitian, menghisap shisha selama 30 menit sama artinya dengan menghirup 10 miligram karbon monoksida lebih tinggi dibandingkan rokok.
"Selain itu menghisap Shisha selama 45 menit menghasilkan jumlah Tar 36 kali lebih banyak ketimbang merokok selama lima menit," ujarnya.
Ketut Adi mengatakan, shisha termasuk produk yang mengandung zat adiktif karena berbahan dasar tembakau dan dalam peredarannya termasuk produk legal yang dipandang sama dengan rokok. Namun, shisha memiliki bahan yang berbahaya.
"Satu paket shisha bisa dapat dinikmati oleh tiga hingga lima orang dengan harga Rp 35.000," ujarnya.
Pihaknya mengkhawatirkan apabila shisha ditunggangi dengan zat narkotika yang berbahaya akan sangat berbahaya lagi. "Sampai saat ini kami belum dapat mengambil tindakan, bahwa shisha merupakan produk legal dan baru sehingga belum ada peraturan dalam mengkonsumsi shisha tersebut," ujarnya.
Ketut Adi menambahkan bahwa untuk pencegahannya diperlukan kesadaran masing-masing, sehingga bahaya shisha maupun rokok tidak sampai membahayakan diri sendiri.
"Dengan tumbuhnya kesadaran pada diri tentunya jumlah perokok dan penghirup shisha dapat berkurang," ujarnya.