REPUBLIKA.CO.ID, Puasa tak sekadar menahan lapar dan dahaga sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Orang yang berpuasa juga harus mampu menahan emosi dan seluruh anggota badannya dari perbuatan dosa yang bisa merusak nilai puasa.
Maka dari itu, tak salah bila Ramadhan disebut ajang melatih diri dan mencerdaskan emosi juga spiritual.
Hal ini, antara lain, diyakini Yono (45 tahun). Dia mengaku, merasa lebih dekat dengan Allah saat Ramadhan. Keinginannya untuk beribadah semakin menguat. Padahal, di bulan biasa, ia malas mengerjakan perintah Allah. "Saya jarang tahajud, membaca Alquran, dan lain-lain kalau di hari biasa. Tetapi saat Ramadhan, semuanya itu ingin saya lakukan," ujarnya.
Setiap hari ia sibuk mengurus warung makan miliknya sehingga merasa tak sempat untuk beribadah selain shalat lima waktu. Hanya saja saat puasa, ia berusaha menyempatkan waktu untuk mendekatkan diri pada Allah. Kesibukan tak lagi menjadi alasannya.
Bapak dua orang putri inipun lebih tenang dan mampu mengendalikan diri. Sebagai penderita darah tinggi ringan, ia memang mudah marah. Bila sedikit saja ada hal yang tak sesuai menurutnya maka emosinya memuncak.
"Di bulan Ramadhan, saya merasa lebih sabar dan lebih rileks menghadapi orang lain. Saya percaya Allah memberikan kesabaran lebih kepada orang yang berpuasa," tuturnya.
Intelektual Muslim Prof Dr M Quraish Shihab menjelaskan, puasa meningkatkan kesadaran dan menghiasi diri dengan kecerdasan spiritual dan emosional. Kecerdasan spiritual melahirkan iman dan kepekaan mendalam. Sedangkan kecerdasan emosi, mampu mengendalikan nafsu dan bukan membunuh nafsu.
Menurutnya, emosi dan nafsu diperlukan setiap manusia untuk membangun dunia sesuai tuntunan Allah. Melalui kecerdasan itu, manusia dapat mengarahkan emosi atau nafsu ke arah positif sekaligus mengendalikannya agar tak terjerumus ke dalam kegiatan negatif.
Psikolog Universitas Indonesia (UI) Arief Witjaksono menyatakan setuju jika puasa mampu mengendalikan emosi seseorang. Baginya, perintah agama memang bertujuan agar pemeluknya dapat mengekang hawa nafsu. Sehingga, bila itu dijalankan maka mampu mengontrol berbagai penyakit hati dan emosinya stabil.
"Melalui puasa atau menyucikan jiwa maka stres atau niat-niat melanggar norma yang ada dalam diri, dapat teratasi," jelasnya.
Ia menambahkan, saat puasa orang menyadari tentang apa yang boleh dan tak boleh dilakukan. Maka dari itu, semangat spiritualnya meningkat dan dapat merasa lebih tenang.
Arief mengatakan, para Muslim harus menjadi positif, tak hanya pada Ramadhan, melainkan harus konsisten di bulan-bulan selanjutnya. Bila manusia terbiasa berbuat baik dan menjalankannya secara tepat maka dapat terbawa sehingga memberikan aura positif ke setiap orang.