Kamis 24 Jul 2014 20:30 WIB

Konten Tulisan 'Obor Rakyat' Dibahas Ahli Bahasa

Red: Citra Listya Rini
Tabloid Obor Rakyat
Foto: Republika
Tabloid Obor Rakyat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Advokasi Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) menyampaikan penyidik Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri telah membahas konten tulisan yang dimuat dalam tabloid 'Obor Rakyat' dengan ahli hukum pidana dan ahli bahasa.

"Pihak penyidik (Bareskrim Polri) sudah mengundang ahli hukum pidana dan ahli bahasa Indonesia untuk membahas kata-kata dari tulisan dalam tabloid Obor Rakyat," kata anggota Tim Advokasi Jokowi-JK, Teguh Samudera, di Jakarta, Kamis (24/7).

Menurut Teguh, laporan yang telah dibuat oleh pihaknya sebenarnya juga sudah ditujukan untuk dugaan pelanggaran tindak pidana umum dan pelanggaran terhadap undang-undang anti diskriminasi, terkait konten tulisan Obor Rakyat yang dinilai sarat dengan SARA dan cenderung mendiskriminasi ras dan etnis tertentu.

"Kami sudah paparkan (kepada penyidik) ada kata-kata seperti ini dan itu yang mengarah pada diskriminasi, dan hal itu sudah dipahami oleh penyidik," ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Ronny F Sompie pun telah menyampaikan bahwa penyidik pada 21 Juli telah mendengar keterangan ahli bahasa dari Universitas Negeri Jakarta terkait konten tulisan tabloid Obor Rakyat.

Teguh menyampaikan, Joko Widodo akan menjalani pemeriksaan sebagai saksi korban dari kasus "Obor Rakyat" usai hari libur nasional untuk perayaan Idul Fitri 2014.

"Hari ini kami masih melakukan koordinasi dengan Bareskrim Polri kapan waktu yang tepat untuk pemeriksaan. Kemungkinan habis Lebaran karena ini kan sudah mau libur Lebaran," katanya.

Teguh menambahkan pihaknya telah berkoordinasi dengan Bareskrim Mabes Polri tentang teknis pemeriksaan, mulai dari pengaturan waktu dan tempat, hingga pemeriksaan kesesuaian pasal-pasal yang akan dikenakan kepada tersangka kasus Obor Rakyat dengan laporan yang telah dibuat.

"Kalau dulu kan baru dikenakan delik pers, padahal laporan kita kan tentang pelanggaran hukum pidana dan pelanggaran Undang-Undang tentang Diskriminasi yang ancaman hukumannya lima tahun," ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement