Kamis 24 Jul 2014 20:50 WIB

Hakim Cecar Atut Terkait Pembicaraan Dengan Adiknya

Terdakwa perkara dugaan korupsi terkait pengurusan perkara sengketa Pilkada Lebak di Mahkamah Konstitusi (MK), Ratu Atut Chosiyah berjalan meninggalkan Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (17/7). (Republika/Agung Supriyanto).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Terdakwa perkara dugaan korupsi terkait pengurusan perkara sengketa Pilkada Lebak di Mahkamah Konstitusi (MK), Ratu Atut Chosiyah berjalan meninggalkan Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (17/7). (Republika/Agung Supriyanto).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Majelis hakim Pengadilan Tipikor mencecar terdakwa Ratu Atut Chosiyah mengenai pembicaraan teleponnya dengan adiknya Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan terkait dugaan pemberian uang Rp1 miliar kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar.

"Kok di pembicaraan Anda sepertinya sebagai sosok yang menentukan, kalau tidak ada hubungan sama saudara kok itu dalam pembicaran selalu tahu yang disampikan?" tanya anggota majelis hakim Gosyen Butarbutar dalam sidang pemeriksaan terdakwa di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

"Itu karena Wawan merasa adik yang curhat ke kakak, ada tekanan, ancaman karena di situ disampaikan mengenai masalah (kota) Serang," jawab Ratu Atut.

Pembicaraan yang dimaksud adalah pembicaraan pada 30 September 2013 antara Ratu Atut yang sedang berada di Singapura dan Wawan yang masih berada di Jakarta. Pembicaraan itu terjadi saat Wawan sedang bertemu dengan advokat Susi

Tur Andayani yang merupakan pengacara yang mengurus sengketa pilkada Lebak di MK yang diajukan pasangan Amir Hamzah dan Kasmin. Dalam pembicaraan yang disadap KPK itu, Wawan menyampaikan kepada Ratu Atut.

"Lebak sama ini nih gimana nih? SMS-nya udah nggak enak ke Susi, Susi ngeliatin SMS ke Wawan. Iya wawan kan ngeberesin ini dulu teh. Mau gimana inih? Si pak Akil sekarang justru nungguin ini nya? yang kemudian dijawab Ratu Atut "...bisa minjem berapa ibu", "Enya sok atuh, ntar di ini-in", "ya udah sok atuh Wawan ini nanti kabarin lagi ya!".

"Seolah-olah dalam pembicaraan ini Anda akan marah kenapa Wawan menelepon kalau tidak ada hubungan dengan Anda?" tanya hakim Gosyen. "Adik saya curhat ke kakaknya yang bersangkutan ada tekanan, tapi saya tidak merespon," jawab Atut.

Atut bahkan berkeras bahwa rekaman pembicaraan yang ia dengar di penyidikan berbeda dengan rekaman yang diputar dalam persidangan. "Saat diperiksa KPK rekamannya tidak seperti yang di sini, turun naik, lagi pula tidak ada rekaman 'bisa minjem berapa ibu'," ungkap Atut.

"Yang 'ntar di ini-in', benar?" tanya hakim Gosyen. "Tidak ada maknanya yang mulia, tapi bisa saja saya bicara dengan sekretaris pribadi saya," jawab Atut. "Saudara katanya tidak tahu mengapa Akil marah, tapi mengapa menanggapi kalau Akil marah?" tanya hakim Gosyen.

"Saat itu saya hanya 'concern' dengan kepentingan saya, saya tidak ada urusan, pokoknya saya minta Wawan datang ke sini (Singapura), saya butuh kamu Wan," tambah Atut. Atut bahkan mengaku merasa dikorbankan karena dalam pembicaraan antara Amir dan Susi maupun Susi dan Akil Mochtar namanya dibawa-bawa.

"Padahal berdasarkan kesaksian Akil, Susi, Amir, Kasmin menyatakan bahwa mereka membawa nama saya. Susi untuk meyakinkan Akil demi menggolkan niat Susi dalam sengekta Lebak, begitu juga percakapan adik saya Wawan dan Susi selalu membawa nama saya, saya tidak mengerti itu untuk mencatut nama saya agar tercapainya apa yang mereka maksud meskipun akhirnya saya yang menjadi korban," kata Atut.

Artinya Atut mengaku sama sekali tidak tahu asal-usul uang Rp1 miliar yang rencananya akan diberikan kepada Akil oleh Susi. Uang itu berasal dari kas PT Bali Pacific Pragama milik Wawan. Dalam perkara ini KPK mendakwa Atut berdasarkan pasal 6 ayat 1 huruf a subsider pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai perbuatan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pencara maksimal 15 tahun penjara dan dan denda Rp750 juta.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement