REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Kalangan investor global menanggapi dingin dan tenang atas pernyataan gagal bayar utang Pemerintah Argentina, Rabu (30/7). Investor global memandang gagal bayar utang Argentina ini terjadi bukan karena masalah fundamental ekonomi Argentina.
"Tapi lebih karena masalah kesepakatan yang gagal dicapai di mana Buenos Aires tidak memiliki keinginan untuk membayar utang itu," kata analis BMO Private Bank Jack Ablin seperti dikutip USA Today, Kamis (31/7).
Argentina, kata Jack, seperti dikutip USA Today, memiliki kemampuan membayar cicilan dan pokok utang luar negerinya dalam bentuk obligasi yang direstrukturisasi. Investor, jelas dia, tidak melihat tanda-tanda ada persoalan serius pada sistem finansial Argentina.
Investor global lebih melihat ini sebagai sebuah pertempuran hukum daripada ancaman krisis finansial baru seperti yang dikhawatirkan banyak pihak. Pertaruhannya, kata Jack, sampai seberapa kuat para kreditor mampu bertahan dan seberapa lunak Argetina akhirnya akan membayar.
Argentina menyatakan gagal bayar utang atas cicilan dan bunga utang obligasi sebesar 30 miliar dolar AS. Kewajiban yang harus dibayar negeri tango ini sekitar 500 juta dolar AS. Total utang utang luar negeri Argentina mencapai 200 miliar dolar AS.
Para kreditor yang kebanyakan dari lembaga hedge funds Amerika Serikat (AS) meminta Argentina membayar lunas semua kewajibannya. Permintaan ini ditolak tegas otoritas kementerian keuangan Argentina sehingga perundingan pembayaran utang menjadi buntu.
Ini merupakan gagal bayar kedua kalinya Pemerintah Argentina setelah 2001 lalu. Argentina saat itu mengalami kinerja ekonomi buruk yang melambungkan inflasi hingga ratusan persen, PDB yang kontraksi, dan angka pengangguran tinggi.
Utang luar negeri yang mencapai 132 miliar dolar AS pada saat itu membebani ekonomi Argentina. Berbeda dengan default pada 2014 ini, pada 2001 gagal bayar terjadi karena perekonomian Argentina memang benar-benar hancur. Belum lagi krisis politik ikut menambah buruk situasi.