REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Berbagai macam upaya telah dilakukan untuk mewariskan budaya Sasak kepada generasi muda, tapi saat ini upaya tersebut tidak menjamin bahwa kearifan budaya lokal akan tetap kukuh dalam menghadapi perkembangan zaman.
"Dalam Pelaksanaannya, perayaan Lebaran "topat" mencangkup tiga aspek yaitu agama, budaya, dan pariwisata," kata Pemerhati Budaya Sasak di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Lalu Anggawa Nuraksi.
Dari segi agama, lanjutnya, dimana dalam ajaran Islam, sudah disebutkan bahwa siapapun yang berpuasa pada bulan Syawal, enam hari setelah Idul Fitri, maka akan diberikan pahala yang berlipat ganda. "Jadi secara hukum Islam, dianjurkan bagi setiap umatnya untuk melaksanakan puasa di bulan Syawal agar mendapatkan berkah dan hidayahnya," kata Mamiq.
Kemudian dari sisi budaya, Lebaran "topat" merupakan sebuah 'ekspresi' dalam menerapkan syiar Islam yakni tindakan atau upaya dalam menyampaikan dan memperkenalkan berbagai hal tentang Islam. Sedangkan, jika dilihat dari aspek pariwisatanya, Lebaran "topat" telah menjadi tradisi liburan ke tempat-tempat wisata, dengan membawa bekal layaknya berekreasi.
"Karena pada kenyataanya, Lebaran "topat" ini diartikan sebagai wisata pelesiran, maka tak heran tujuan utama yang didatangi yaitu pantai maupun tempat-tempat rekreasi lainnya," kata Mamiq.
Dari ketiga aspek tersebut, ia mengharapkan kepada masyarakat, khususnya para tokoh agama, untuk terus memberikan pemahaman tentang perayaan Lebaran "topat" ini. "Mungkin secara teori, masyarakat memahaminya, akan tetapi penerapan ilmu dari kearifan budaya lokal yang terkandung di dalamnya, jangan sampai dilupakan," katanya.