REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kalangan Partai Golkar menilai masih terlalu dini untuk wacana menjadi oposisi atau pendukung pemerintah.
"Kita harus lihat dulu perkembangan pasca pengumuman Mahkamah Konstitusi (MK) tanggal 22 Agustus mendatang," kata Wakil Bendahara Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo di Jakarta, Jumat.
Dia mengemukakan ada dua indikator untuk menentukan sikap yaitu jumlah tokoh Golkar yang masuk jajaran kabinet jika Jokowi dinyatakan oleh MK sebagai presiden terpilih.
"Masuknya tokoh Golkar tersebut , jika ada dalam kabinet Jokowi-JK, tentu karena peran masing-masing individu, bukan peran partai," kata Bambang.
Indikator kedua menurut dia adalah kelompok yang memenangi Munas Golkar pada 15 April 2015.
Saat ini menurut Bambang di tubuh Golkar ada kelompok JK dan Fahmi Idris yang mendukung Jokowi, kelompok Aburizal Bakrie atau pengurus partai seperti Idrus Marham yang mendukung Prabowo, kelompok Agung Laksono, serta kelompok MS Hidayat.
"Tidak elok rasanya sebagai partai, Golkar mencla-mencle. Ketika pilihan bergabung jatuh pada Koalisi Merah Putih yang mendukung Prabowo, maka perjuangan harus sampai pada titik darah penghabisan," kata anggota Komisi III DPR RI itu.
Dia menilai gejolak di dalam Golkar yang mempersoalkan keputusan mendukung Prabowo-Hatta adalah hal yang biasa.
"Saya pribadi, menilai Golkar dan para pemimpinnya saat ini sedang diuji. Apakah tetap teguh memegang komitmen, walaupun kelak tidak memperoleh jabatan atau posisi apa-apa dalam pemerintahan. Atau goyah pada iming-iming jabatan atau tunduk pada tekanan, baik dari dalam maupun luar partai Golkar. Kalaupun kelak Golkar kembali menjadi bagian pemerintahan Jokowi, biarlah itu ditentukan oleh hasil Munas dan pemenang Munas mendatang," kata Bambang Soesatyo.