REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana, menyatakan keterangan Edward Snowden terkait "Islamic State of Iraq and Syria (ISIS)" sebagai binaan intelijen Amerika Serikat (AS), Inggris dan Israel mungkin benar.
"Edward Snowden adalah mantan pegawai di National Security of Amerika (NSA), badan intelijen AS, yang keluar dari instansinya dan membocorkan data intelijen AS kepada publik," tutur Hikmahanto saat dihubungi Republika Online (ROL), Ahad (3/8).
Jadi, publik memiliki alasan cukup kuat untuk mempercayai informasi intelijen dari Snowden.
Menurut Hikmahanto, mungkin saja Pemerintah AS tidak pernah mengeluarkan kebijakan resmi untuk membina atau mendukung ISIS. Namun, NSA sangat mungkin melakukannya.
Melihat sejarah intelijen AS, selama ini memang sering membina kelompok-kelompok ekstrim di Afghanistan dan Iraq serta negara konflik lainnya.
Sebagai ummat Islam, papar Hikmahanto, hendaknya jangan mau dipecah-belah oleh gerakan-gerakan radikal seperti ISIS yang belum jelas benar asal-usul dan tujuannya. "Apalagi ISIS lebih mengutamakan jalan kekerasan daripada perdamaian. Setahu saya, Islam tidak pernah mengajarkan cara-cara membunuh seseorang untuk mendirikan negara," papar Hikmahanto.