REPUBLIKA.CO.ID, RAQQA -- Pada Februari lalu, kelompok militan Islam State of Iraq and Syria (ISIS) memaksa para gadis Suriah untuk menikahi mereka dengan cara menekan keluarganya. Kabarnya, pernikahan itu tak berlangsung lebih dari dua bulan.
Koran As-Syarqul Awsath di dalam situsnya, pada 23 Februari 2014, melaporkan, beberapa wilayah seperti yang dikuasai kelompok tersebut, seperti Raqqa, dan Allepo, tengah menghadapi gelombang kawin paksa. Dalam laporan pun dikatakan, para militan selalu dipindahkan ke berbagai front dan wilayah di Suriah, sehingga pernikahan tak lebih dari dua bulan
Laporan itu juga mengungkapkan ada kasus bunuh diri di Raqqa. Seorang gadis bernama Fatima Abdullah Abu, menghilangkan nyawanya, akibat tertekan menikah dengan militan ISIS asal Tunisia. Lebih lanjut, kasus bunuh diri itu menyebabkan reaksi luas dan kemarahan penduduk Suriah di kota itu.
Dalam laporan ditambahkan, komandan ISIS ingin menikahi seorang gadis Suriah di Raqqa, namun karena gadis itu menolaknya. Kemudian ia pun dipukuli karena penolakan yang dilakukannya.
ISIS sendiri telah membentuk markas untuk kelompoknya di Raqqa, serta sudah membentuk pemerintahannya. Meski tak ada negara lain yang mengakui kedaulatannya, ISIS tetap mendeklarasikan diri sebagai Negara Islam Khilafah.
ISIS mendapatkan kontrol penuh di Raqqa setelah bentrokan mematikan dengan tentara Suriah serta mantan sekutunya dalam oposisi Suriah, yang menyebabkan ratusan orang tewas. Sejak mengambil alih Raqqa, ISIS membuat aturan mereka sendiri, dengan ancaman hukuman berat bagi setiap orang yang melanggarnya, termasuk hukuman cambuk.