Oleh: Nashih Nashrullah
Jika berbicara soal keturunan Bani Israil modern, tentu tak bisa lepas dari sepak terjang sebagian kalangan Yahudi, terutama dalam upaya pencaplokan tanah Palestina melalui berbagai gerakan, terutama zionisme.
Sekalipun, Yahudi belum tentu pendukung zionisme, tetapi mereka dipertemukan dalam satu benang merah yang sama, yakni bagaimana agar kejayaan agama dengan berbagai mitosnya, seperti Kuil Solomon dan tanah yang dijanjikan, bisa terealisasikan.
Agak sedikit canggung membicarakan isu pencaplokan tanah Palestina dari aspek teologi saja. Sebab, ini bisa sangat simplistis alias terlalu menyederhanakan masalah, hanya soal urusan “agama an sich”. Bagaimanapun, masalah pendudukan Israel atas Palestina adalah isu kemanusiaan, melintasi batas-batas agama, bangsa, dan suku.
Namun, diakui atau tidak, kita tidak bisa terhindar dari aspek yang satu ini, yakni doktrin agama. Laju Israel dan zionisme bisa sangat signifikan dalam menjajah Palestina karena satu alasan, yakni doktrin agama!
Jagat Purbawati dalam catatannya atas terjemahan karya Prof Paul W Van Der Veur yang berjudul Freemasonry di Indonesia menyebutkan, melalui kekuatan tersembunyi yang berdiri pada 37 M yang lantas diberi nama Free Masonry oleh Forum London pada 1717, sembilan pendeta Yahudi mendirikan gerakan ini untuk menghancurkan agama Kristen sebagai balas dendam dari berita al-Masih tentang kehancuran Haikal Sulaiman. Ini dengan harapan melangsungkan kehidupan Yahudi dan memperbarui bentuk bangunan yang sudah rusak.
Inilah yang menurut hemat saya menjadi inspirasi penulisan buku monumental karya almarhum Prof Muhammad Sayyid Thanthawi, mantan grand syekh al-Azhar Mesir, yang berjudul Bani Israil fi al-Quran wa as-Sunnah. Seakan Syekh Thanthawi hendak mengisyaratkan bahwa interaksi apa pun dengan Israil lihatlah perspektif Alquran dan sunah serta jangan lupakan sejarah.
Dalam bukunya tersebut memang Thanthawi sempat menuai kritikan. Hal itu biasa dalam dinamika keilmuan dan topik ini di luar kapasitas saya untuk berkomentar. Melalui karyanya ini, Thantawi menjelaskan berbagai hal yang menyangkut Bani Israil, berdasarkan Alquran dan sunah, dan tentu fakta sejarah.
Di antara subbab yang ia uraikan ialah mengenai karakter-karakter negatif yang identik dengan Bani Israil. Ada banyak, tetapi yang menjadi konsentrasi pada tulisan ini adalah soal watak mereka yang gemar ingkar janji. Meski watak tersebut tidak bisa digeneralisasi, hal itu cukup menjadi patokan umum.