REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Bali meraih devisa sebesar 266,13 juta dolar AS selama semester pertama 2014 atas pengiriman berbagai jenis mata dagangan ke pasaran ekspor, atau menurun 1,53 persen dari nilai devisa pada semester yang sama 2013 sebesar 270,26 juta dolar AS.
"Perolehan devisa tersebut 75 persen di antaranya ditopang oleh hasil industri dan kerajinan rumah tangga dengan menonjolkan unsur seni dan kearifan lokal Bali," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali Panusunan Siregar di Denpasar, Selasa (5/8).
Ia mengatakan bahwa pengapalan berbagai jenis mata dagangan ke pasaran luar negeri itu separuhnya lewat sejumlah pelabuhan laut di Indonesia dan separuhnya lagi lewat Pelabuhan Benoa, Kota Denpasar.
Oleh sebab itu, dia memandang perlu perhatian Pemerintah Provinsi Bali untuk mendorong peningkatan Pelabuhan Benoa untuk menjadi pelabuhan ekspor internasional yang mampu memberikan kemudahan sekaligus nilai tambah bagi masyarakat maupun pemerintah.
"Jika seluruh barang ekpor ke luar negeri itu dapat dilakukan lewat Pelabuhan Benoa, Bali, selain menghindari kemacetan lalu lintas di darat juga mampu meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dan nilai tambah bagi masyarakat setempat," ujar Panasunan Siregar.
Khusus ekspor Bali pada bulan Juni 2014 sebesar 47,05 juta dolar AS, atau meningkat 7,49 persen dari nilai ekspor pada bulan yang sama tahun sebelumnya sebesar 43,78 juta dolar AS.
Jika dibandingkan dengan nilai ekspor pada bulan sebelumnya sebesar 40,60 juta dolar AS, kata dia, mengalami kenaikan sebesar 15,90 persen.
Panasunan Siregar menambahkan bahwa lima komoditas utama yang menembus pasaran luar negeri itu meliputi produk ikan dan udang 23,52 persen; produk perhiasan (permata) 14,27 persen; produk pakaian jadi bukan rajutan 11,76 persen; produk kayu 10,60 persen; dan produk prabot dan penerangan rumah 7,65 persen.
"Pasaran Amerika Serikat menyerap terbanyak mata dagangan asal Bali itu yang mencapai 23,29 persen, menyusul Singapura 10,81 persen, Australia 10,06 persen, Jepang 9,47 persen, dan Thailand 4,62 persen," ujar Panasunan Siregar.