REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak di New York jatuh ke posisi terendah enam bulan pada Rabu (6/8) pagi WIB, tertekan oleh kekhawatiran tentang melemahnya permintaan bensin di AS dan data ekonomi Tiongkok yang tak bergairah.
Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September, turun 91 sen menjadi ditutup pada 97,38 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange. Patokan Eropa, minyak mentah Brent untuk pengiriman September, turun 80 sen menjadi menetap di 104,61 dolar AS per barel di perdagangan London.
WTI, yang telah jatuh lima dari enam hari terakhir, turun lagi karena para pedagang menunggu laporan mingguan persediaan energi AS pada Rabu (6/8). Para analis memperkirakan penurunan persediaan minyak 1,7 juta barel, tetapi terjadi kenaikan pada stok bensin dan distilat, menurut survei para analis oleh Wall Street Journal.
Lemahnya permintaan untuk produk-produk minyak bumi telah bertahan menggantung selama puncak musim mengemudi musim panas, kata John Kilduff, mitra pendiri hedge fund Again Capital. Analis juga menyebutkan data mengecewakan dari Tiongkok, konsumen minyak terbesar kedua setelah AS, sebagai faktor dalam penurunan, Selasa (5/8).
Indeks pembelian manajer sektor jasa Tiongkok yang dirilis HSBC merosot ke 50,0 pada Juli, garis pemisah antara ekspansi dan kontraksi, turun dari 53,1 pada Juni. Kilduff juga mengutip laporan yang mengatakan pelabuhan Es Sider, Libya, segera bisa melanjutkan ekspor, meskipun kekerasan terus berlangsung di Tripoli dan di bagian lain negara tersebut.
Analis terus memantau pengekspor minyak utama Irak dan Rusia serta Libya, kata Tim Evans, analis di Citi Futures. "Kami terus melihat risiko material untuk memasok dari Libya, Irak, dan Rusia, tetapi pasar selama enam minggu terakhir telah menjadi semakin puas terkait dengan pasokan," kata Evans dalam sebuah catatan.