REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Pengamat politik Universitas Diponegoro Semarang Teguh Yuwono menilai Joko Widodo-Jusuf Kalla harus membentuk kabinet dengan komposisi 60 persen diisi kalangan profesional.
"Idealnya, Jokowi harus membentuk kabinet dengan 60 persennya diisi kalangan profesional, sementara 40 persennya bisa diisi figur partai politik (parpol) dan kalangan netral," katanya di Semarang, Selasa (5/8).
Pengajar FISIP Undip itu mengakui kalangan parpol memang tidak bisa ditiadakan dalam komposisi kabinet, mengingat figur calon presiden dan wakil presiden bisa maju diantarkan oleh kekuatan parpol.
Meski Jokowi sudah menegaskan koalisi yang dibangun PDI Perjuangan dengan sejumlah parpol pengusungnya adalah tanpa syarat, kata dia, jasa politik dari parpol koalisi tetap tidak bisa dilupakan.
"Koalisi parpol pengusung itu kan menimbulkan jasa politik, terjadi politik balas budi. Apa iya kemudian parpol-parpol koalisi tidak diberi peluang untuk mengisi komposisi dalam kabinet?"
Menurut dia, keberadaan figur parpol sebenarnya tidak masalah ada dalam kabinet, tetapi komposisinya yang tidak boleh terlampau besar dan pemilihan posisinya yang harus diatur secara cermat.
"Untuk menteri-menteri dengan posisi strategis dan memerlukan kompetensi dan kualifikasi terlampau tinggi harus dipegang kalangan profesional, selebihnya boleh saja diberikan pada tokoh parpol," jelasnya.
Yang jelas, kata dia, siapa pun yang ditunjuk menjadi menteri tidak boleh melupakan tiga syarat penting, yakni loyal dan legowo, dalam arti sanggup diganti jika kinerjanya dirasa tidak menggembirakan.
"Kalau sudah jadi menteri ya harus loyal kepada Presiden, jangan malah loyalnya kepada parpol. Menteri itu harus menjaga kehormatan dan rahasia Presiden, serta taat dan patuh pada Presiden," katanya.
Teguh mengingatkan Jokowi-JK juga harus menetapkan periode evaluasi untuk melihat kinerja menteri-menterinya agar bisa segera melakukan reshufle jika memang ada yang kinerjanya dinilai tidak bagus.
"Semisal, dua bulan setelah dilantik. Jika kinerjanya tidak bagus ya harus diganti yang lebih bagus. Yang diganti juga harus legowo sewaktu-waktu jika kinerjanya buruk. Ini pentingnya komitmen," ujar Teguh.