REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Aturan di dalam negeri yang semrawut mendorong banyak pasangan di Australia mencari jasa ibu pengganti untuk mengandung anak di luar negeri. Temuan ini terungkap menyusul terkuaknya skandal bayi Gammy, bayi cacat yang ditelantarkan pasangan Australia bersama ibu penggantinya di Bangkok.
Di Australia aturan terkait jasa ibu pengganti sangat beragam di setiap negara bagian. Sejumlah wilayah misalnya melarang pasangan sesama jenis maupun wanita tanpa pasangan memiliki anak dari ibu pengganti, sementara negara bagian lainnya ada yang mengkriminalkan pasangan yang kedapatan membayar wanita di luar negeri atas kesediaan mengandung anak untuk mereka.
Pasangan Adrian dan Kylie Raftery misalnya terpaksa pindah dari kawasan Blue Mountain, Sydney ke Melbourne hanya karena mereka khawatir dengan kemungkinan sanksi hukum yang harus mereka hadapi jika seandainya mereka memutuskan untuk mencari jasa ibu pengganti dari luar negeri.
"Ini merupakan keputusan besar bagi kami untuk pindah dari NSW ke Victosia, “ kata Raftery kepada program ABC 7.30, belum lama ini.
Isteri Raftery nyaris kehilangan nyawa ketika melahirkan anak pertama mereka yang lahir prematir dan dokter sudah menyatakan kalau isterinya tidak akan selamat jika hamil dan melahirkan lagi.
Empat tahun berikutnya pasangan ini memutuskan mencari jasa ibu pengganti di Australia untuk mengandung anak mereka, Hamis, dan sekarang mereka kembali ingin melakukan mekanisme serupa.
"Kami memilih pindah ke Victoria supaya kami bisa memiliki pilihan terkait rencana memiliki anak kembali di masa datang,” kata Raftery.
Rencana pasangan Raftery ini menurut pakar hukum ibu pengganti, Profesor Jenni Millbank, tetap bisa terjaring aturan hukum 2010 di NSW .
Seperti diketahui NSW menerbitkan UU yang khusus mengatur mengenai praktek ibu pengganti yang menyewakan rahimnya dan juga memperkenalkan larangan melakukan penyewaan rahim komersial lintas kawasan.
Namun menurut Profesor Millbank larangan ibu pengganti komersil ini tidak berdampak, karena tetap saja banyak pasangan yang mempraktekan metode memiliki anak yang masih kontroversial ini.
"Banyak pasangan yang pernah berkonsultasi dengan saya pindah tempat tinggal. Bukan karena mereka takut dengan ancaman penjara yang tercantum dalam aturan itu, tapi karena mereka mereka bekerja dibidang yang tidak mampu untuk membayar ancaman denda,”
"Banyak diantara mereka berprofesi dokter, akuntan dan guru yang pindah ke Victoria dari Australia Selatan karena mereka berusaha untuk bisa mewujudkan keinginan mereka memiliki anak melalui jasa ibu pengganti,” paparnya.
Sementara itu di negara bagian yang membolehkan praktek ibu pengganti sekalipun, mendapati wanita yang bersedia menyewakan rahimnya untuk mengandung anak dari pasangan lain bukan perkara mudah. Biasanya mereka meminta imbalan yang sangat tinggi.
Kepastian hukum untuk semua pihak
Sementara itu Direktur Inseminasi Buatan Australia, Dr Peter Illingworth memiliki pertimbangan mendalam mengenai praktek ibu pengganti.
Menurutnya pasangan yang berusaha keras untuk memiliki anak harus mendapat pilihan sebanyak mungkin. “Namun bagi kebanyakan dari kami melihat praktik ini seperti memanfaatkan kesulitan yang dihadapi wanita miskin baik yang berada di Thailand maupun Australia, yang dibayar dengan sejumlah uang oleh orang yang lebih kaya untuk mengorbankan risiko kesehatan mereka sendiri."
Oleh karena itu, Dr Illingworth mendesak adanya perubahan UU yang mempertimbangkan nasib bayi yang dilahirkan dari jasa ibu pengganti. Hakim harus menetapkan status hukum siapa yang berhak menjadi orang tua anak tersebut begitu dia lahir.
Itu artinya wanita yang menjadi ibu pengganti bisa lepas dari kesepakatan itu setelah bayi yang dikandungnya lahir.
"Aturan seperti itu jauh lebih sederhana dan akan lebih memberi kepastian bagi para pihak yang terlibat, tidak terkecuali bayi yang dilahirkan, dan semua ini bisa dibereskan bahkan sebelum proses penyewaan rahim ibu pengganti itu dimulai,’ tegasnya.