REPUBLIKA.CO.ID, ABIDJAN -- Tiga tahun lalu, Pantai Gading berada dalam cengkeraman perang saudara. Menurut data PBB, perang tersebut menewaskan 3.000 orang dan lebih dari 300.000 orang kehilangan tempat tinggal.
PBB mengatakan negara ini pulih dengan cepat dari konflik. Proyek-proyek infrastruktur besar di sektor transportasi, komunikasi, air dan energi sedang berlangsung dan diharapkan dapat memperbaiki kondisi hidup rakyat Pantai Gading.
Tapi ketakutan yang berkembang bahwa upaya rekonstruksi bisa berubah sia-sia tanpa rekonsiliasi sejati antara kedua belah pihak yang pernah bertikai.
"Dunia sedang menghormati rekonstruksi pasca-perang Pantai Gading tanpa berhenti sejenak untuk berpikir bahwa semua yang sedang dilakukan adalah di atas pondasi berpasir dan bahwa wabah sedikit dari krisis baru bisa meruntuhkan prestasi terakhir," kata Sebastien Dano Djedje, juru bicara partai oposisi utama Front Populaire Ivoirien (FPI), kepada Aljazeera, Rabu (6/8).
Didirikan oleh mantan presiden Laurent Gbagbo, yang berada di Hague menunggu pengadilan atas tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan di Mahkamah Pidana Internasional (ICC), FPI memerintah Pantai Gading antara tahun 2000 dan 2010.
Tetapi, FPI kehilangan kekuasaan tahun 2011 setelah kalah terhadap Alassane Ouattara dalam perebutan kursi presiden. Ouattara telah bertugas selama tiga tahun namun pemerintahannya sedang berjuang untuk berdamai dengan bekas musuh.