REPUBLIKA.CO.ID, Banten tidak hanya kaya dengan segudang jawara, tetapi juga terkenal dengan lumbung para ulama. Dari Banten, lahir para pemikir dan cendekiawan yang mendunia, seperti Imam an-Nanawi misalnya. Selain itu, pada abad 19, muncul nama Abuya Dimyati.
Pemilik nama lengkap KH Muhammad Dimyati bin Muhammad Amin al-Banteni itu merupakan sosok yang karismatik. Kepakarannya tersohor di masyarakat Pandeglang, Banten, pada umumnya. Abuya Dimyati adalah pengikut Tarekat Syadziliyah. Ia dikenal alim dan wara’.
Sosok yang lahir sekira 1925 itu, tak pernah lelah menimba ilmu. Ia menuntut ilmu dari satu pesantren ke pesantren lainnya. Hari-harinya dihabiskan untuk mengaji dan mengajar. Bahkan, tersiar kabar akan karamahnya, yakni tiap pesantren yang pernah ia singgahi jumlah santrinya bertambah.
Bagi masyarakat Pandeglang, terutama Mbah Dim, demikian akrab disapa, adalah sesepuh yang sulit tergantikan. Ia merupakan penganut tarekat yang disegani. Di antara jasanya yang berharga, yakni ia mencerdaskan umat melalui pesantren.
Mbah Dim merintis pesantren di Desa Cidahu Pandeglang sekitar 1965. Pesantren ini banyak melahirkan tokoh berkualitas, seperti Habib Hasan bin Ja’far Assegaf yang sekarang memimpin Majelis Nurul Musthofa di Jakarta.
Mbah Dim tak pernah henti-hentinya menekankan pentingnya mengaji Alquran. “Jangan sampai ngaji ditinggalkan karena kesibukan lain ataupun karena umur,” pesannya kepada tiap santri.
Bahkan, Mbah Dim menekankan arti penting shalat jamaah dan mengaji sehingga seakan-akan mencapai derajat wajib. Artinya, tidak boleh ditawar bagi santri apalagi putra-putrinya. Kepakaran Mbah Dim lengkap sudah, ia tidak hanya piawai dalam ilmu agama, tetapi juga mahir ilmu seni kaligrafi atau khat.