REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Serangan intensif Israel di Jalur Gaza yang telah berlangsung selama hampir satu bulan lamanya menyebabkan banyaknya kerusakan lingkungan. Hampir seluruh masjid, pabrik, rumah, sekolah, rumah sakit, dan rumah penduduk hancur.
Jalan-jalan yang ada di sepanjang Gaza terlihat berantakan akibat tumpukan puing-puing dari bangunan yang hancur berserakan. Kota Gaza juga terlihat gelap gulita di malam hari akibat hancurnya pembangkit listrik. Tidak hanya itu, pabrik limbah utama di Gaza terpaksa dinonaktifkan selama serangan Israel, yang membuat perairan pirus di Mediterania tercemar.
Hampir sepertiga warga Gaza harus meninggalkan rumah mereka akibat serangan Israel yang membahayakan wilayah tempat mereka tinggal. Diperkirakan sebanyak 1,8 juta warga Gaza kini telah menjadi tunawisma. Selain itu, PBB mengatakan banyak anak-anak di Gaza yang menderita trauma psikologis.
Gencatan senjata selama 72 jam yang telah memasuki hari kedua, dimanfaatkan warga Gaza untuk menanggulangi krisis lingkungan dan kemanusiaan yang terjadi. Banyak warga yang terlihat kembali melakukan aktivitas di luar ruangan dan kembali ke rumah mereka untuk sekedar mengambil barang-barang yang tersisa, apabila tempat tinggalnya telah hancur.
Jumlah kerugian yang terjadi akibat serangan Israel saat ini, tercatat jauh lebih besar dibandingkan pada 2012 dan 2007 lalu. Hal ini dikatakan oleh para relawan internasional dan warga Gaza. Wakil Menteri Ekonomi Palestina mengatakan, kerugian akibat kerusakan infrastruktur di Gaza, mencapai hingga enam miliar dollar AS.
"Saya belum pernah menyaksikan perang yang sangat buruk selama saya hidup di Gaza," ujar Muhammad Al-Astal (70), seorang warga Gaza yang sedang memeriksa rumahnya, yang telah menjadi reruntuhan akibat serangan bom Israel, dilansir Washington Post, Rabu (6/8). Ia juga menambahkan, serangan yang dilakukan Israel tidak hanya sekedar untuk perang, namun pembantaian Gaza secara besar-besaran.
Konferensi donor internasional tengah melakukan pembahasan mengenai penggalangan dana untuk melakukan pembangunan Gaza kembali. Sebelumnya, miliaran dollar AS telah diberikan pada Pemerintah Palestina untuk merekonstruksi Gaza yang hancur akibat serangan intensif Israel 2007 lalu. Saat itu, PBB mencatat lebih dari 6000 rumah rusak parah dan hancur. Banyak bangunan yang belum siap pasca dibangun kembali hancur akibat serangan Israel saat ini.
Sebanyak 40 ribu rumah mengalami rusak ringan, rusak berat dan hancur akibat serangan Israel sejak 8 Juli lalu. 80 masjid juga tercatat rusak dan hancur, tidak hanya itu pabrik-pabrik dan wilayah pertanian yang menjadi pusat ekonomi Gaza juga telah hancur akibat serangan selama hampir satu bulan ini. Dengan demikian, kondisi ekonomi di Gaza menjadi kian memprihatinkan, lebih dari sebelumnya.
Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki Moon mengatakan kehancuran dan kematian besar-besaran di Gaza akibat serangan Israel adalah hal sangat memilukan. PBB berjanji akan melakukan pembangunan kembali infrastruktur di Gaza yang telah hancur.
"Kami akan membangun kembali Gaza, namun kami akan memastikan ini menjadi yang terakhir. Kami tidak ingin ada kehancuran kembali di Gaza untuk kesekian kalinya," ujar Ban, Rabu (6/8).
Para warga Gaza yang menjadi petani mengatakan serangan Israel membuat ia harus kehilangan lahan pertanian, yang menjadi sumber kehidupannya selama ini. Serangan tersebut dilakukan pada Ahad (3/8) lalu, yang mana dikatakan oleh pasukan Israel dilakukan untuk menemukan tentara yang diculik oleh Hamas. Dengan demikian, mereka harus memulihkan lahan kembali, yang mana dapat memakan waktu hingga satu tahun.
Jauh sebelum pertempuran saat ini terjadi, para warga di Gaza terus mengalami kesulitan ekonomi akibat blokade yang dilakukan Israel. Banyak warga yang terpaksa harus kehilangan tanah, yang biasa digunakan untuk mencari sumber kehidupan, baik untuk bertani maupun beternak.
Anak-anak di Gaza juga harus siap untuk tidak bisa bersekolah secara optimal dalam jangka waktu yang belum bisa ditentukan. Sebanyak 138 sekolah telah rusak akibat serangan yang dilakukan Israel.
PBB mengatakan, tidak akan ada kelas yang dapat dimulai dalam waktu dekat ini. Tidak hanya itu, sebanyak 250 ribu sekolah yang dikelola PBB dan menjadi tempat penampungan PBB juga mengalami kerusakan.