REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berencana mengusulkan pedoman tanggung jawab dan ganti rugi pencemaran minyak di laut akibat aktivitas eksplorasi dan eksploitasi minyak lepas pantai ke sidang Organisasi Maritim Internasional (IMO) di London, April 2015.
"Rapat antar-instansi ini untuk mencari sebuah formula yang mengatur tentang tanggung jawab dan ganti rugi terjadinya pencemaran laut akibat kegiatan pengeboran minyak di lepas pantai," kata Dirjen Perhubungan Laut (Hubla) Kemenhub Capt Bobby R Mamahit dalam siaran pers yang diterima, Jumat (8/8).
Dirjen Hubla bersama-sama dengan Duta Besar Luar Biasa RI untuk Inggris, Teuku Mohammad Hamzah Thayeb telah memimpin rapat antar-instansi untuk membahas tentang pedoman perjanjian bilateral/regional terkait tanggungjawab dan ganti rugi pencemaran laut lintas batas negara.
Pedoman itu nantinya akan diusulkan dalam sidang Komite Legal (IMO) ke-102 sekitar bulan April 2015 di London untuk dijadikan pedoman oleh negara-negara dalam membuat perjanjian. Panduan tesebut dinilai sangat penting sebagai satu acuan hukum bilamana terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam kegiatan pengeboran minyak yang berakibat pada pencemaran laut.
Perlunya panduan juga terkait pengalaman Indonesia dalam menangai kasus pencemaran Laut Timor oleh kilang minyak Montara yang sudah memakan waktu sekitar lima tahun dan belum ada tanda-tanda kesepahaman di antara negara yang terkait dengan persoalan tersebut.
Pemerintah menilai permasalahan utama berlarut-larutnya penyelesaian kasus Montara adalah karena tidak ada satu aturan yang menjadi acuan dan yang disepakati bersama.
"Seandainya nanti ada sebuah peraturan yang disepakati bersama secara internasional, maka semua negara akan mengacu pada aturan tersebut dan nanti kita tinggal mengurusi persoalan administrasinya saja," jelasnya.