Ahad 10 Aug 2014 08:07 WIB

Benarkah Menikah pada Bulan Syawal itu Sunah? (1)

Menikah adalah sunah Rasulullah SAW, tak terikat waktu-waktu tertentu.
Foto: Antara/Regina Safri/ca
Menikah adalah sunah Rasulullah SAW, tak terikat waktu-waktu tertentu.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hafidz Muftisany

Rasulullah SAW menikahi Aisyah RA dan mulai tinggal dengannya pada bulan Syawal.

Nikah merupakan sunah Rasulullah SAW dan juga sunah para nabi terdahulu. Nikah sebagai jalan penyaluran fitrah manusia yang padanya terdapat hikmah yang luas. Dengan menikah, kemaslahatan dan keberlangsungan hidup manusia akan terjaga dengan baik.

Rasulullah SAW dalam hadisnya secara tegas mengatakan, “Sesungguhnya di antara sunahku, aku shalat malam dan aku juga tidur, aku berpuasa dan aku juga berbuka, aku menikah dan aku juga (bisa) menceraikan. Barang siapa yang membenci sunahku maka ia bukan golonganku.” (HR Ad-Darimi).

Pada dasarnya waktu menikah tidak terikat dengan waktu-waktu tertentu. Kapan saja, pada hari apa pun, dan bulan apa pun seseorang boleh untuk menikah. Dalam akidah Islam tidak ada istilah hari dan bulan buruk atau waktu sial untuk melangsungkan pernikahan.

Namun pada kenyataannya, masih saja ada yang meyakini adanya hari sial dan bulan sial. Dalam menentukan waktu pernikahan, mereka menghitung-hitung dan mencari waktu yang mereka yakini sebagai waktu yang baik, hari dan bulan baik. Harapannya, supaya terhindar dari bala bencana.

Keyakinan seperti itu disebut tasyaum atau thiyarah (anggapan sial terhadap sesuatu) yang tentu bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam hadisnya, Rasulullah SAW bersabda,

Tidak ada (sesuatu) yang menular dan tidak ada (sesuatu) yang sial (yakni, secara zatnya), dan aku kagum dengan al-fa’l ash-shalih, yaitu kalimat (harapan) yang baik.” (HR Bukhari Muslim).

Dahulu, bangsa Arab Jahiliyah berkeyakinan bulan Syawal yang penuh berkah itu tak baik untuk melangsungkan pernikahan. Para wanita jahiliyah menolak untuk dinikahi pada bulan Syawal.

Alasannya cukup lucu, karena unta betina menolak didekati unta jantan dengan cara mengangkat ekornya. Mereka menamakan perilaku unta betina itu dengan sebutan Syalat bi dzanabiha (menolak dengan mengangkat ekornya).

Dari kata Syalat ini pulalah orang Arab Jahiliyah mengambil asal-muasal kata Syawal. Demikian, seperti diterangkan dalam Lisanul Arab Ibnu Mundzir (Jilid 11/ halaman 374).

Setelah Islam datang, tahayul yang dipercayai bangsa Arab itu dipatahkan Rasulullah SAW. Beliau SAW menikahi Aisyah RA pada tahun ke-11 kenabian, tepatnya pada bulan Syawal.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement