Senin 11 Aug 2014 20:08 WIB

Dua Pejabat Human Rights Watch Dilarang Masuk Mesir

Rep: c66/ Red: Joko Sadewo
  Aksi unjuk rasa pendukung Presiden terguling Muhammad Mursi yang berujung bentrok dengan pasukan keamanan di Universitas Kairo, Giza, Mesir, Rabu (26/3).  (AP/Amru Taha)
Aksi unjuk rasa pendukung Presiden terguling Muhammad Mursi yang berujung bentrok dengan pasukan keamanan di Universitas Kairo, Giza, Mesir, Rabu (26/3). (AP/Amru Taha)

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO --  Mesir melarang dua petinggi Human Rights Watch (HRW) memasuki wilayah negara itu. HRW menuding hal ini dilakukan Pemerintah Mesir untuk membunngkam kritik mengenai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang mereka lakukan, Senin (11/8).

Selama 12 jam, dua petinggi HRW dilaporkan ditahan di Bandara Kairo  Mereka kemudian dilarang memasuki negara tersebut untuk alasan keamanan.

Pelarangan HRW untuk memasuki Mesir datang menjelang laporan mengenai pembunuhan massal para demonstran yang terjadi tahun lalu akan resmi dikeluarkan. Saat itu, sekitar 700 pengunjuk rasa pendukung mantan Presiden Mesir, Muhammad Mursi melakukan aksinya di sekitar Masjid Rabaa al-Adawiya, Kairo.

Polisi dilaporkan melakukan kekerasan untuk membubarkan para pengunjuk rasa yang selama berminggu-minggu terus berada di tempat demonstrasi. Para pengunjuk rasa dibubarkan secara paksa oleh pihak kepolisian Mesir dengan menembakan gas air mata dan peluru tajam.

Seorang pejabat Pemerintah Mesir mengatakan, hampir seluruh demonstran tewas dalam insiden tersebut. Sebanyak delapan polisi juga dilaporkan tewas akibat bentrokan yang terjadi saat insiden berlangsung.

Dua petinggi HRW yang dilarang untuk memasuki Mesir adalah Direktur Eksekutif Kenneth Roth dan Sarah Leah Whitson, selaku Direktur Eksekutif HRW untuk wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara.

HRW bersama dengan kelompok HAM di Mesir telah menyatakan adanya kekerasan yang semakin meluas di dalam negara tersebut.hal ini terutama setelah Presiden Abdel Fattah Al-Sisi, yang saat itu menjabat sebagai militer menggulingkan Mursi.

"Ini adalah kunjungan terpendek yang pernah saya lakukan ke Kairo. Saya mengalami deportasi dengan alasan keamanan, yang tak pernah saya alami sebelumnya," ujar Whitson, menulis dalam jejaring sosial Twitter, dilansir Al Arabiyaa News, Senin (11/8).

Setelah melakukan penyelidikan selama satu tahun, HRW menyatakan pembunuhan massal, yang berati tindakan pelanggaran HAM secara besar-besaran telah terjadi di Mesir. Penyelidikan dilakukan secara mendalam, termasuk dengan mewawancarai lebih dari 200 saksi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement