REPUBLIKA.CO.ID, Toleransi harus dibudayakan dalam kehidupan sehari-hari.
Indonesia masih rentan dengan aksi intoleransi. Hal ini bila tidak disikapi dengan baik, akan memicu insiden serupa di lain waktu.
Multietnis, suku, dan agama mestinya menjadi modal bangsa untuk mengukuhkan identitas sebagai entitas yang satu, bukan malah dipertentangkan. Apa pun alasannya, aksi anarkisme buah dari intoleransi tidak dibenarkan, seperti yang terjadi pada akhir Mei, di Sleman, Yogyakarta.
Kekerasan yang mengatasnamakan simbol agama ini menjadi kritik keras dari para aktivis dakwah. Ketua Jamaah Shalahuddin Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Abdullah Arif, mengungkapkan, masyarakat harus bijak melihat aksi kekerasan yang menggunakan simbol agama terhadap kelompok agama lain.
Kelompok agama yang menggunakan simbol agama bukan berarti mereka mencerminkan dan membawa pesan agama tertentu. “Dasar kita, kekerasan tertolak oleh agama apa pun,” ujar Arif.
Ia menegaskan, sering kali masyarakat digiring opini bahwa Islam identik dengan kekerasan karena beberapa kasus intoleransi, pelaku selalu menunjukkan simbol agama Islam.
Menurut dia, permainan simbol inilah yang seharusnya disadari semua elemen masyarakat dan umat beragama. Karena permainan simbol tersebut bisa terjadi oleh kelompok agama manapun, bukan hanya Islam.
Seperti kasus intoleransi di Yogyakarta ketika para pelaku diindikasi menggunakan jubah dan simbol keislaman lain. Menurut dia, representasi Islam sebagai pelaku intoleransi pada kasus itu juga harus diusut kebenarannya.
Selain itu, kata Arif, meski sudah ditegaskan berkali-kali, ia kembali menyatakan Islam tidak pernah menganjurkan tindakan kekerasan atas nama agama. Ia menduga, kekerasan semacam ini muncul dari kelompok yang salah menafsirkan teks agama.
Namun, di sisi lain, menurut dia, Islam mengatur tentang membela diri atas kezaliman yang dilakukan pihak tertentu untuk menindas umat dan menjatuhkan kehormatan Islam. Apa pun, tetap pelaku kekerasan harus ditindak tegas berdasarkan hukum yang berlaku. “Dilihat juga apa motif kekerasan tersebut,” ujarnya.
Arif menyarankan, kelompok Islam yang terus diindentikkan dengan sikap intoleransi, mengubah paradigma, dan sikap mereka. Saling menghargai sesama umat beragama, begitu pula sebaliknya bagi penganut agama lain.
Ia mengimbau lakukanlah cara-cara yang benar sesuai yang diajarkan Islam, saling mengingatkan, berklarifikasi, dan bersilaturahim. Berkomunikasi dan berdakwah dengan cara yang makruf, bukan sebaliknya.