REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok Herry Pansila mengatakan kebijakan untuk membuka jalur optimalisasi setelah PPDB ditutup dilakukan untuk mengakomodir siswa miskin yang belum tertampung di sekolah manapun. Herry menjelaskan ada 30 ribu lulusan SD negeri dan swasta di Kota Depok. Jumlah ini tidak sebanding dengan daya tampung SMP negeri dan swasta yang ada, yaitu 22 ribu siswa. Begitu juga dengan lulusan SMP yang berjumlah 22 ribu. Sedangkan daya tampung SMA negeri dan swasta hanya 16 ribu.
“Berarti yang nggak bisa melanjutkan ke SMP ada 8 ribu, ke SMA 6 ribu. Berarti ada 14 ribu yang nggak bisa ngelanjutin sekolah. Kalau itu siswa yang mampu dan nilainya jeblok, dia bisa sekolah di luar depok. Bagi yg tidak mampu gimana?” kata Herry kepada Republika, Selasa (12/8).
Herry mengaku telah merekomendasikan siswa-siswa miskin tersebut kepada kepala sekolah untuk ditindaklanjuti. Rekomendasi itu, lanjutnya, bukan hanya berasal dari dirinya, namun juga dari berbagai pihak seperti melalui anggota dewan dan kepala bidang.
“Masa kita biarin. Jadi kita salurkan ke sekolah terdekat, ada nggak kursi. Nah, kemudian silahkan dievaluasi, betul nggak dia miskin. Yang penting ada pengecekan, verifikasi data. Saya pun nggak sembarangan menerima itu,” jelasnya.
Ia menegaskan, jika terbukti tidak miskin, pihak sekolah seharusnya menolak siswa tersebut. Jika ternyata masih diterima, sekolah harus memberhentikannya. “Kita akan verifikasi data sampe setahun. Namanya siswa kan banyak. Kita berharap ada laporan dari RT, RW, dan masyarakat. Kan kita nggak berhak ngusir mereka selama tidak ada bukti konkrit kalau mereka memalsukan dokumen,” kata Herry.
Mengenai jatah kursi untuk LSM dan wartawan seperti yang telah diberitakan Republika sebelumnya, Herry membantah hal tersebut. Menurutnya, pihak-pihak tersebut hanya menampung aduan masyarakat.
“Nggak ada jatah-jatahan. Yang siswa miskin tidak tertampung ini kan pasti mereka ngadu. Ngadunya kemana? Ke dewan juga, ke LSM juga. Kalau kita biarin, makin banyak orang Depok yang nggak sekolah. Apakah pemerintah tutup mata?” jelas Herry.
Herry melanjutkan, saat ini pihaknya terus menunggu laporan dari masyarakat yang mengadukan penyimpangan tersebut. Jika terbukti benar ada oknum yang menjual kursi, ia mengaku tidak segan untuk memidanakannya. “Harus dilaporkan. Orang tua yang menggunakan jasa itu juga bisa kena nanti, bisa diadukan ke polisi. Bagi yang menyuap dan kena suap kan juga kena,” tegasnya.
Saat ini, lanjut Herry, yang terpenting adalah bukti. “Kalau memang benar dia melakukan itu, nanti kita akan berikan sanksi sesuai prosedur yang ada. Tapi, saya yakin nggak ada. Kalau pun ada, mungkin bisa dari guru. Karena kepala sekolah sekarang udah bagus, udah saya rotasi semua. Tapi kalau dari guru kemungkinan ada. Tapi mudah-mudahan tidak ada,” kata Herry.