REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah secara tegas menolak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61/2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Menurut Ketua Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) PP Muhammadiyah Lukman Ali Husni, aturan pelegalan aborsi bagi korban perkosaan jelas melanggar etika dunia kedokteran.
"Kami tetap berpegang pada sumpah dokter untuk menghargai hak hidup insani sejak dari proses pembuahan," ujar Lukman kepada Republika, Rabu (12/8).
Menurut Lukman, keberatan dia dan rekan-rekan dokter di lingkungan Muhammadiyah terhadap PP 61/2014, terutama menyangkut pasal legalisasi aborsi terhadap kehamilan akibat perkosaan. "Kalau pertimbangan indikasi medis bisa kami terima," katanya.
Berkenaan telah disahkannya PP tersebut, Lukman mengaku akan berkoordinasi dengan bagian hukum PP Muhammadiyah untuk membicarakan lengkah lebih lanjut.
Sejak disahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhir Juli, PP 61/2014 yang dikenal sebagai PP Abors", banyak mendapat kritik. Keberatan datang termasuk dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Keberatan masyarakat terhadap PP tersebut, secara khusus terkait klausul legalisasi aborsi. Disebutkan, aborsi diperbolehkan dalam kondisi tertentu. Antara lain, dalam kasus kehamilan akibat perkosaan.