Kamis 14 Aug 2014 11:21 WIB

Bawaslu Papua Minta Seluruh Komisioner KPU Dogiyai Diberhentikan

Rep: Ira Sasmita/ Red: Bilal Ramadhan
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI Jimly Asshidiqie (tengah) memimpin sidang pelanggaran kode etik KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di Jakarta, Senin (11/8).
Foto: Agung Supriyanto/Republika
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI Jimly Asshidiqie (tengah) memimpin sidang pelanggaran kode etik KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di Jakarta, Senin (11/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Papua selaku Pengadu dalam sidang dugaan pelanggaran kode etik di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) meminta seluruh komisioner KPU Dogiyai diberhentikan.

Karena tidak melaksanakan rekomendasi Bawaslu Dogiyai, tidak melakukan koordinasi dengan Bawaslu, dan menggunakan formulir berita acara penghitungan suara pemilu legislatif saat pilpres kemarin.

"Kami minta majelis hakim DKPP mengabulkan permohonan Pengadu untuk seluruhnya dan memberhentikan tanpa terkecuali semua komisioner KPU Dogiyai," kata Ketua Bawaslu Papua, Robert Horik, di Aula Kementerian Agama, Jakarta, Kamis (14/8).

Dua kesalahan fatal KPU Dogiyai, menurut Robert adalah, tidak melaksanakan rekomendasi Bawaslu Dogiyai yang dikeluarkan 15 Juli 2014. Untuk melakukan pemungutan suara ulang di Distrik Mapia Tengah dan Mapia Barat. Sebab, diketahui di kedua distri tersebut tidak dilakukan pemungutan suara sesuai prosedur.

Kesalahan kedua, saat rekapitulasi tingkat provinsi, diketahui KPU Dogiyai mencatat hasil rekapitulasi suara Kabupaten Dogiyai menggunakan formulir berita acara pemilu legislatif. "KPU Dogiyai menggunakan form model DB-1 DPRD Kabupaten/Kota, bukan menggunakan model DB-1 pilpres," ujar Robert.

Ketua KPU Dogiyai Didimus Dogomo menyampaikan pembelaannya. Menurut dia, KPU Dogiyai baru menerima surat rekomendasi Bawaslu pada 16 Juli malam. Sementara saat itu mereka tengah bersiap untuk mengikuti rekapitulasi suara tingkat provinsi yang akan dilakukan 17 Juli.

Selain itu, Didimus mengemukakan kondisi geografis sebagai kendala untuk melakukan PSU. Distri Mapia Tengah dan Barat menurutnya ditempuh dalam waktu empat hingga lima hari dari Dogiyai. "Jadi kita harus tahu medannya dulu baru bicara. Ke Mapia itu bisa sampai lima atau enam hari dan harus jalan kaki," kata Didimus.

Sementara, sisa surat suara juga tidak mencukupi untuk melakukan PSU. KPU Dogiyai hanya memiliki 1.000 surat suara cadangan. Sedangkan pemilih di Mapia Barat mencapai 6.000 orang. Begitu pula pemilih di Mapia Tengah. "Apakah harus mencoblos pakai kulit kayu atau daun pisang," ungkapnya.

Sementara terkait penggunaan formulir D Pileg, Didimus mengklaim KPU Dogiyai belum menerima formulir model DB untuk pilpres. "Sementara kami harus berangkat ke Jayapura, kami pakai form pileg dulu. Saat di provinsi kami dikasih tau salah, kami tidak sadar lalu kami rombak," jelas Didimus.

Namun, proses perombakan menurutnya tidak berpengaruh terhadap perolehan suara pasangan calon. Di dua distrik yang dipersoalkan, pasangan Jokowi-JK mendapatkan suara 100 persen. Untuk melengkapi keterangan, Ketua DKPP Jimly Asshidiqie meminta KPU menghadirkan KPU pusat untuk memberikan keterangan tambahan. Namun yang bersangkutan masih mengikuti persidangan PHPU Pilpres di Mahkamah Konstitusi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement