REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Prof Nasaruddin Umar
Istighfar adalah ungkapan spontanitas seorang hamba yang baru saja menyadari kekhilafannya dengan mengucapkan kalimat istighfar, misalnya astagfirullah al-’adzim.
Sedangkan, tobat lebih dari sekadar mengucapkan lafaz istighfar, tetapi menuntut persyaratan lebih banyak. Jadi, jelas tobat lebih berat daripada istighfar.
Al-Qusyairi dalam risalahnya membagi tobat itu menjadi tiga macam. Pertama, tobat dari segala kesalahan dan dosa, inilah tobatnya orang awam.
Kedua, tobat dari kelalaian untuk mengingat Allah SWT, inilah tobatnya orang khawas. Ketiga, tobat dari penglihatan terhadap segala kebaikan, inilah tobatnya orang khawas al-khawas.
Orang yang tobat karena takut siksaan disebut tobat. Orang yang tobat karena ingin meraih pahala, disebut inabah, dan orang yang tobat bukan karena takut neraka atau mengejar pahala, tapi hanya semata-mata karena menuruti perintah disebut aubah.
Syekh Muhammad bin Abi Bakar bin Abd Kadir Syamsuddin al-Razi (660 H) dalam karya Haqaiq al-Haqaiq, membagi tobat itu kepada dua bagian besar.
Pertama, tobat orang awam, yaitu kembali dari segala kemaksiatan menuju kepada ketaatan dengan cara meninggalkan (pengaruh dan keterikatan) dunia dan mencari kehidupan akhirat.
Kedua, tobat khawas, yaitu kembali dari mencari akhirat dan kenikmatan surga menuju pada ibadah kepada Allah SWT hanya semata karena zat-Nya yang Mahasuci, bukan karena mencari pahala dan bukan pula karena takut akan siksaan.
Oleh karena itu, tobatnya masyarakat awam justru sebagai sebuah dosa bagi kalangan orang khawas, sebagaimana dalam hadis, “Kebaikan orang-orang saleh merupakan kejahatan orang-orang muqarrabin.”
Kemudian al-Khawas ia bagi dua lagi, yaitu al-‘Arifun dan al-Muqarrabun. Al-Muqarrabun ialah mereka yang masuk kategori hawas al-khawas.
Tobat pada bagian pertama di atas merupakan tanjakan awal dalam menempuh jalan menuju Allah dan maqam (tahapan) awal dalam mencari ridha Allah. Sesungguhnya Allah selalu mendorong manusia agar segera bertobat.