REPUBLIKA.CO.ID, KENDARI – Pondok pesantren yang ada di Sulawesi Tenggara (Sultra) menyatakan secara tegas menolak gerakan radikal yang mengatasnamakan agama seperti Islam State of Iraq and Syria (ISIS).
Pernyataan sikap disampaikan 60 pengasuh pesantren se-Sultra saat menggelar konferensi pers di Kendari, Rabu (13/6).
Perwakilan pengasuh pesantrens KH Moh Wildan Habibi AR mengatakan, penolakan terjadi karena gerakan ISIS dianggap bertentangan dengan cita-cita Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Kami menolak dan menentang segala tindakan kekerasan yang mengatasnamakan agama Islam. Karena perbuatan tersebut tidak sesuai ajaran Islam dan bertentangan dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945," katanya.
Wildan mengingatkan masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam agar berhati-hati, waspada, dan bersikap preventif terhadap gejala yang muncul di masyarakat dalam upaya pendirian gerakan radikal seperti ISIS.
"Kepada pemerintah, khususnya aparat penegak hukum agar mengambil sikap tegas dan cepat tanpa pandang bulu guna menindak setiap upaya pendirian gerakan ISIS. Sebab, gerakan radikal tersebut bertentangan dengan semua ajaran agama,” kata Wildan.
Ia juga meminta kepada seluruh tokoh agama, tokoh masyarakat supaya memberikan informasi kepada seluruh masyarakat bahwa ISIS bukanlah jihad yang memperjuangkan agama Islam.
Gerakan ini, kata Wildan, hanya gerakan politik kekuasaan lokal yang mengatasnamakan agama. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan bangsa Indonesia khususnya dan seluruh umat Islam di dunia pada umumnya.
Humas Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Sultra, Syaifuddin Mustaming, mengaku pihaknya sudah menggelar pertemuan pada 8 Agustus 2014 yang dihadiri oleh para ulama dan pihak terkait lainnya.
Pertemuan itu, kata Syaifiddun, untuk membahas tentang pencegahan gerakan ISIS di Indonesia. Dalam acara tersebut, mereka mengeluarkan imbauan bahwa ideologi ISIS yang mengusung konsep Daulah Islamiyah global sangat bertentangan dengan prinsip NKRI, kesejarahan Islam dan penyebarannya di nusantara.