REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mencanangkan gerakan nasional nontunai (GNNT). Pencanangan dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, pelaku bisnis dan lembaga-lembaga pemerintah untuk menggunakan sarana pembayaran nontunai dalam melakukan transaksi keuangan.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, GNNT membuat ekonomi lebih efisien.
"Keuangan yang dikelola Pemerintah dan dunia usaha bisa lebih transparan. Transaksi tunai yang besar bisa mengundang korupsi," ujar Agus dalam Penandatanganan MoU GNNT antara BI, Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Perekonomian, Pemprov DKI, Pemprov Sulawesi Selatan dan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI), Kamis (14/8).
Pembayaran dalam bentuk uang besar dan uang kecil. Uang besar bisa dengan cara RTGS dan kliring. Sedangkan uang kecil yang jumlahnya mencapai Rp 7.500 triliun bisa menggunakan tunai dan nontunai.
BI mencatat, hanya 31 persen dari seluruh pembayaran uang kecil dibayar nontunai.
"Dibandingkan negara ASEAN lain, pembayaran di negara-negara ASEAN di atas 50 persen secara nontunai," ujarnya.
Belanja anggaran Pemerintah juga sebaiknya menggunakan nontunai. Agus mengatakan, anggaran Pemerintah tidak kurang dari Rp 1.800 triliun. Pembayaran pada tingkat pertama masih dibayar nontunai, tetapi yang dibayarkan pada penerima akhir berupa tunai.