REPUBLIKA.CO.ID, MENTENG - Tim Transisi presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo -Jusuf Kalla menggelar rapat soal pertahanan, Jumat (15/8), di Rumah Transisi, Jalan Situbondo nomor 10, Menteng, Jakarta Pusat. Salah satu hal yang dibahas adalah soal pembelian pesawat tanpa awak atau drone.
Jenderal TNI (Purn) Fahrul Rozi, yang memimpin pembahasan pertahanan tersebut kepada wartawan di Rumah Transisi menyebutkan bahwa sesuai visi-misi Jokowi-JK menyebut Indonesia membutuhkan drone tidak hanya untuk pertahanan.
"Juga bisa mendeteksi illegal fishing (penangkapan ikan secara ilegal), bisa mendeteksi hot spot (titik api) kalau terjadi kebakaran, ilegal logging (pembalakan liar)," katanya.
Mantan Wakil Panglima TNI itu mengatakan karena fungsinya tidak hanya sekedar pertahanan, maka pengendalinnya pun tidak harus dari pihak TNI Angkatan Udara (AU). "Soal siapa yang akan diberitanggungjawab atas drone tersebut, tim masih membahasnya," katanya.
"Kalau administrasi dan pembinaan di TNI AU bisa, tapi penggunaannya bisa macam-macm instansi. Kodal (Komando dan Pengendalian) masih kita diskusikan tadi," terangnya.
Dalam kesempatan yang sama Deputi Tim Transisi, Andi Widjajanto menambahkan bahwa dari kajian tim Transisi Indonesia setidaknya butuh 28 unit drone, yang beroperasi 24 jam penuh. Harga satu unitnya menurut Andi bisa berkisar antara 7-10 juta USD. "Jika diubah jadi combat drone (red: drone tempur), angkanya bisa naik," ujarnya.