REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Guru Besar Universitas Udayana Prof Dr Wayan Windia menilai, RAPBN 2015 yang memberikan ruang gerak bagi pemerintah baru (Jokowi-JK) dalam menerjemahkan visi dan misinya merupakan sikap yang "legowo" dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Bisa saja Presiden SBY dalam mengesahkan RAPBN 2015 telah menetapkan sasaran aspek pembangunan, sehingga visi dan misi pemerintahan baru itu baru akan dapat terealisasi tahun kedua pemerintahannya (2016)," kata Prof Windia yang juga Ketua Dewan Harian (KDH) 1945 Provinsi Bali di Denpasar, Sabtu.
Ia mengatakan hal itu menanggapi pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika menyampaikan RAPBN 2015 dan Nota Keuangannya dalam sidang paripurna DPR RI.
"Presiden SBY memberikan perhatian pada pemerintahan transisi dan pemerintahan baru untuk sama-sama menekankan pada kepentingan rakyat, bangsa dan negara Indonesia," ujar Prof windia.
Windia menambahkan, bisa saja Presiden SBY memplot dan mengarahkan RAPBN 2015 terhadap sasaran pembangunan yang telah ditetapkan.
Namun Presiden SBY menyampaikan RAPBN 2015 untuk memberikan ruang gerak bagi pemerintah baru dalam memperbaiki dan melaksanakan program-program barunya.
"Saya berharap, langkah ini dapat memberikan ruang gerak yang luas bagi pemerintah baru, untuk melaksanakan program-program kerja yang direncanakan," kata Presiden Yudhoyono.
Hal ini mengingat RAPBN 2015 ini berada pada masa transisi dari pemerintahan saat ini, ke pemerintahan berikutnya. Yudhoyono akan menyelesaikan masa jabatannya sebagai Presiden pada 20 Oktober 2014, dan digantikan presiden terpilih hasil pemilihan 2014 yang akan mengemban amanat hingga 2019.
Windia menilai, untuk itu perlu adanya garis-garis besar haluan negeri (GBHN) yang berlaku secara 30 tahun yang dilaksanakan bertahap setiap lima tahun.
Dengan demikian siapapun presidennya tetap patuh pada GBHN untuk melaksanakan tahapan pembangunan dalam mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia, ujar Prof Windia.