REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Tingkat perceraian di Kabupaten Indramayu, tinggi. Faktor rendahnya perekonomian dan pendidikan menjadi salah satu penyebab tingginya perkara tersebut.
Kepala Pengadilan Agama Indramayu, Anis Fuadz menyebutkan, berdasarkan ajuan perkara yang masuk ke Pengadilan Agama Indramayu, terdapat 9.300 perkara selama 2013. Dari jumlah tersebut, sebanyak 90 persen merupakan perkara tuntutan perceraian. ''(Angka) ini paling tinggi di Indonesia,'' ujar Anis, Ahad (17/8).
Anis menilai, tingginya kasus perceraian di Kabupaten Indramayu di antaranya disebabkan faktor ekonomi dan pendidikan. Ditambah lagi, banyaknya suami/istri yang bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
Menurut Anis, adanya faktor ekonomi yang menjadi penyebab perceraian terlihat dari alasan perceraian bahwa suami tidak bertanggungjawab atas persoalan nafkah. Bahkan, alasan tersebut menjadi alasan yang paling banyak diajukan dalam perkara cerai. ''Dari total ajuan perkara cerai, 60 persen di antaranya beralasan bahwa suami tidak bertanggungjawab (dalam soal nafkah),'' tutur Anis.
Anis menambahkan, dari seluruh pasangan suami istri yang mengajukan perceraian, 80 persen di antaranya berlatar belakang pendidikan sekolah dasar (SD). Dia menilai, rendahnya tingkat pendidikan juga mempengaruhi tingginya tingkat perceraian.
''Banyaknya warga yang bekerja sebagai TKI juga bisa menimbulkan konflik dalam rumah tangga hingga berujung pada perceraian,'' terang Anis.
Anis mengungkapkan, secara persentase, sebanyak 80 persen dari keseluruhan TKI asal Indramayu memiliki permasalahan dalam rumah tangga. Hal itu dikarenakan jauhnya jarak yang memisahkan pasangan suami istri.