Ahad 17 Aug 2014 22:19 WIB

Korban Konflik Kolombia Ikuti Perundingan Perdamaian

Rep: C88/ Red: Djibril Muhammad
Peta wilayah Kolombia dan Venezuela
Foto: Wikimedia.org
Peta wilayah Kolombia dan Venezuela

REPUBLIKA.CO.ID, HAVANA -- Sekelompok korban konflik yang berlangsung selama lima dekade di Kolombia untuk pertama kalinya bergabung dengan pemberontak sayap kiri, Farc, dan negosiator pemerintah dalam dialog perdamaian.

Diperkirakan sekitar 220 ribu jiwa melayang dalam kekerasan yang terjadi selama 50 tahun. Para korban mengatakan pada koferensi pers di Havana, suara mereka didengarkan para negosiator. Para negosiator juga memberikan penghormatan yang baik kepada para korban.

Seorang wanita yang keluarganya terbunuh oleh tentara sayap kiri berkata bertatap muka dengan anggota Farc merupakan ‘pertemuan paling penting’ dalam hidupnya. Setidaknya tiga juta orang dipindahkan akibat konflik. Mayoritas korban adalah warga sipil.

Presiden Kolombia, Juan Manuel Santos, menerima keikutsertaan para korban dan menyebutnya sebagai langkah bersejarah dalam mengakhiri konflik. Namun demikian, kondisi ini mengundang kritik di Kolombia. Demikian dilaporkan responden BBC, Arturo Wallace dari Bogota.

Beberapa orang meyakini para korban Farc seharusnya datang ke Kuba untuk menghadiri dialog dengan kelompok pemberontak. Namun Komisioner PBB untuk Hak Asasi Manusia, Navi Pillay, memuji langkah tersebut.

Ia mengatakan tindakan itu belum pernah terajdi sebelumnya. Pillay juga menyebutnya sebagai contoh yang baik bagi negara-negara lain dalam menyelesaikan isu keadilan, perdamaian, dan rekonsiliasi. Enam puluh orang telah dipilih untuk bergabung dalam negosiasi di Kuba pekan depan.

Selama beberapa dekade, pemberontak sayap kiri dan pemerintah menolak tuduhan pelanggaran HAM. Kedua pihak saling menyalahkan satu sama lain atas kematian-kematian dan perpindahan penduduk yang terjadi.

Namun pada Juni lalu para pemberontak mengakui adanya korban dalam konflik yang terjadi selama ini. Pernyataan ekstrim tersebut diungkapkan para pemberontak di Havana.

Para korban pelanggaran HAM memiliki hak untuk memperoleh kebenaran, keadilan, kompensasi, dan jaminan bahwa kejadian yang sama tak akan terulang lagi. Demikian sebagaimana tertulis dalam dokumen yang dikeluarkan.

Ada tiga persetujuan yang tertulis dalam agenda pertemuan. Ketiga poin tersebut menyangkut reformasi lahan, partisipasi politik, dan perdagangan gelap obat-obatan.

Jika kedua pihak telah meraih kesepakatan dalam hal hak-hak para korban, mereka akan menegosiasikan dua isu lain. Kedua isu tersebut adalah gencatan senjata dan implementasi persetujuan perdamaian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement