Selasa 19 Aug 2014 10:54 WIB

Sulit Dapat Solar, Nelayan Alih Profesi

Rep: Lilis Handayani/ Red: Yudha Manggala P Putra
Sejumlah nelayan membenahi peralatan penangkap ikan di perahunya yang diparkir di Pelabuhan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Bulu Meduro, di Desa Bulu Meduro, Kecamatan Bulu, Tuban, Jawa Timu
Foto: Antara
Sejumlah nelayan membenahi peralatan penangkap ikan di perahunya yang diparkir di Pelabuhan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Bulu Meduro, di Desa Bulu Meduro, Kecamatan Bulu, Tuban, Jawa Timu

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Kebijakan pengendalian solar yang diterapkan pemerintah, semakin dirasakan dampaknya oleh nelayan. Sejumlah nelayan di beberapa daerah di Kabupaten Indramayu kini terpaksa alih profesi karena susah mendapat solar.

Berdasarkan informasi dihimpun RoL, sejumlah nelayan kini beralih profesi itu di antaranya tersebar di Desa Lombang, Limbangan, Dadap, dan Glayem, yang semuanya masuk Kecamatan Juntinyuat. Ditambah lagi nelayan asal Desa Singaraja, Kecamatan Indramayu.

Para nelayan yang biasa mencari nafkah di laut itu kini beralih pada usaha lain. Seperti misalnya, bekerja sebagai pedagang sayur, kuli bangunan, mengadu nasib ke Jakarta sebagai pemulung, maupun usaha sewa sepeda hias keliling. ''Kami terpaksa banting setir karena susah dapat solar,'' ujar seorang nelayan asal Desa Lombang, Sarta, Selasa (19/8).

Sarta mengatakan, sejak puluhan tahun lalu, dia biasa melaut menggunakan jaring arad untuk mencari ikan. Dalam sehari, dia bisa membawa pulang uang sekitar Rp 70 ribu.

Saat melaut, Sarta menggunakan perahu milik seorang juragan perahu di desanya. Karena itu, segala perbekalan, termasuk solar, ditanggung sepenuhnya oleh juragannya.

Namun sejak ada pembatasan solar, lanjut Sarta, juragannya tidak mau lagi mengoperasikan perahunya karena susah dapat solar. Ditambah lagi, hasil tangkapan saat ini sangat minim akibat gelombang tinggi. ''Otomatis saya sekarang jadi menganggur,'' keluh Sarta.

Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, Sarta terpaksa beralih profesi menjadi pedagang sayur. Bermacam-macam sayur yang diambilnya dari bakul sayur, dijualnya kembali di Pasar Karangampel, Indramayu .

Seperti halnya Sarta, seorang nelayan asal Desa Limbangan, Wamin, juga terpaksa meninggalkan pekerjaannya sebagai nelayan. Dengan berbekal modal yang telah dikumpulkannya, dia membuat sepeda hias yang disewakannya di kompleks Sport Center (SC) Indramayu. ''Solar susah, hasil tangkapan ikan minim, mau tidak mau harus cari kerjaan lain,'' tutur Wamin.

Wamin menjelaskan, sepeda hiasnya itu disewakan kepada pengunjung SC dengan tarif Rp 30 ribu per jam. Dalam semalam, dia bisa mengantongi uang sekitar Rp 90 ribu.

Ketua HNSI Jabar, Ono Surono, mengaku, kebijakan pembatasan solar telah membuat nelayan kesulitan. Hal itu terutama bagi nelayan yang di daerahnya tidak terdapat SPBN/SPDN. ''Kalau di daerahnya tidak ada SPDN/SPBN, mereka harus membeli solar di SPBU. Nah, di SPBU mungkin tidak dapat alokasi solar yang cukup karena kebijakan pengendalian tersebut,'' terang Ono.

Ono menambahkan, selama ini Pertamina/Pemerintah juga belum mencukupi kebutuhan BBM utk nelayan meski di daerah tersebut ada SPBN/SPDN. Bukannya menambah alokasi solar, Pemerintah/Pertamina malah membuat kebijakan pengendalian solar. ''Sehingga pasti akan berdampak terhadap produktifitas nelayan dan pada akhirnya mereka beralih profesi,'' kata Ono.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement