REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Di dunia farmasi, vaksin memegang peranan penting. Vaksin digunakan sebagai pencegah penyakit berbagai penyakit.
Sayangnya pengembangan vaksin di Indonesia saat ini belum maksimal. Dalam prakteknya para peneliti terkendala dengan teknologi dan paten pembuat vaksin. "Dalam riset peneliti seringkali terbentur dengan rambu-rambu paten," ujar Direktur Utama PT Biofarma, Iskandar di Jakarta, Kamis (19/8).
Karena itu berbagai upaya dilakukan Biofarma dan lembaga peneliti terkait seperti LIPI dan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) berusaha mecari celah untuk memuluskan penelitian yang dilakukan. Seperti misalnya mencari dan membeli langsung bahan tanpa paten.
"Kita diskusikan bahan apa yang bisa dibeli langsung tanpa paten supaya risetnya bisa jalan," tambahnya.
Sementara dibidang teknologi, Indonesia tidak memiliki platform teknologi untuk membuat bibit vaksin. Kebanyakan bibit vaksin masih di dapat secara impor.
"Akses teknologi sulit untuk negara berkembang termasuk Indonesia. Biofarma sendiri tergantung hasil riset di luar, ini kenyataan pahit yang nggak bisa diteruskan," katanya.
Untuk urusan teknologi, Biofarma, lanjut Iskandar, akhirnya belanja teknologi ke seluruh dunia. Seperti dari Jerman dan Belanda.
Keadaan ini menyebabkan Indonesia selalu tertinggal hingga 15-20 tahun dari negara maju. "Akhirnya telat masuk ke market. Dan tidak akan industri yang tahan dengan keadaan ini. Karena itu kita punya gagasan kekuatan nasional harus bersatu," imbuhnya.adv