REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Jawa Tengah kekurangan bahan baku mebel guna memenuhi permintaan pasar yang terus meningkat. Kepala Bidang Industri Agro, Kimia, dan Hasil Hutan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Tengah Ratna Kawuri di Semarang, Rabu (20/8), setiap tahun Jateng membutuhkan antara 3 hingga 3,5 juta meter kubik kayu untuk industri mebel, sedangkan yang bisa dipenuhi 400 ribu kubik.
"Bahan baku menjadi salah satu permasalahan industri mebel di Jawa Tengah. 400 ribu kubik ini berasal dari Perhutani dan hutan rakyat, jadi kita masih kekurangan banyak sekali," ujarnya.
Menurut dia, untuk memenuhi kekurangan bahan baku tersebut pihaknya melakukan kerja sama dengan beberapa daerah yang merupakan kantong bahan baku yang berada di luar Jawa di antaranya ke Kendari, Papua, dan Jambi. "Tujuannya untuk memaksimalkan hasil mengingat Jateng sebagai wilayah industri dan pengolah kayu, sedangkan bahan bakunya lebih banyak tersedia di luar Jawa," tuturnya.
Ratna mengatakan dengan tersedianya bahan baku yang melimpah akan memudahkan pelaku usaha mebel untuk melakukan diversifikasi yaitu memilih jenis kayu. "Jadi tidak hanya menggunakan kayu jati tetapi mulai menggunakan kayu nangka, mangga, dan karet," ujarnya.
Menurutnya dengan karakteristik masing-masing, berbagai jenis kayu tersebut juga banyak diminati oleh pembeli baik dari lokal maupun luar negeri. Kondisi Jateng yang merupakan sentra kayu olahan menjadi salah satu keuntungan dimana banyak pembeli yang menjadikan daerah tersebut tujuan utama untuk memperoleh hasil mebel yang berkualitas.