Kamis 21 Aug 2014 18:57 WIB

Menyoal Arisan Haji (2-habis)

Pameran Haji di kantor Kemenag, Jakarta.
Foto: Republika/Tahta Aidilla/ca
Pameran Haji di kantor Kemenag, Jakarta.

Oleh: Hafidz Muftisany

Majelis Tarjih Muhammadiyah memandang, jika arisan haji dilaksanakan sedikit orang yang memiliki penghasilan tertentu dan jaminan yang kokoh untuk menyelesaikan kewajibannya maka hal tersebut tidak masalah.

Lain halnya jika arisan tersebut dilakukan banyak orang, misalnya, 50 orang dengan membayar iuran dengan jumlah tertentu. Yang dikhawatirkan dari jumlah yang banyak adalah lamanya untuk memberangkatkan semua anggota arisan.

Jika satu tahun memberangkatkan satu orang, diperlukan 50 tahun untuk semua anggota arisan bisa berhaji. Dikhawatirkan, waktu yang lama ini akan membawa kesulitan, misalnya, iuran macet. Keadilan akan sukar diperoleh antara yang mendapat giliran awal dan giliran akhir, termasuk jika terjadi macet.

Forum Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama dalam Mukhtamar ke-28 memberi fatwa tentang iuran arisan haji yang berubah-ubah. Di awal, arisan sebagai sebuah sistem diperbolehkan. Sementara, jika iuran arisan haji berubah sesuai dengan perubahan BPIH setiap tahun maka ada beberapa perbedaan dalam hal ini. Tapi, ulama NU menegaskan, haji orang tersebut tetap sah.

Menurut Ali al-Syibramalisyi dalam kitab Nihayatul Muhtaj Juz II disebutkan pinjaman yang syar’i adalah memberikan hak milik dengan mengembalikan penggantinya. Dengan syarat, mengembalikan persis sama dengan barang yang dipinjamnya atau dengan bentuk barang yang nilainya sama.

Intinya, setiap anggota arisan harus memiliki kemampuan untuk membayar atau mengembalikan pinjaman hasil arisan ketika sudah naik haji. Haji adalah ibadah bagi yang mampu, sehingga tidak perlu dipaksakan. Majelis Tarjih Muhammadiyah bahkan mengimbau agar saat berhaji tidak meninggalkan utang.

Sebagaimana disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan Imam Baihaqi. “Sahabat Thariq berkata, ‘Saya telah mendengar sahabat yang ber nama Abdullah ibn Abi Aufa bertanya kepada Rasulullah SAW tentang seseorang yang tidak sanggup naik haji apakah dia boleh meminjam uang untuk menunaikan ibadah haji?’ Nabi menjawab: ‘Tidak!’”

Masyarakat juga mesti meneliti lembaga yang menawarkan sistem arisan haji, apakah terhubung dengan pendaftaran haji di Kementerian Agama atau tidak. Sehingga, tidak tertipu dengan iming-iming naik haji cepat.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement