REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya berjanji memperhatikan nasib para pekerja seks komersial (PSK) eks-lokalisasi Dolly dan Jarak yang hingga kini belum menerima kompensasi karena pada saat itu menolak adanya penutupan lokalisasi.
"Saat itu kan banyak yang dikunci agar menolak pemberian dana kompensasi ini. Sekarang kita mengusulkan lagi supaya mereka dapat menerima kembali kompensasi ini. Saya kasihan sama mereka kalau tidak dapat," kata Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini pada saat menghadiri rapat paripurna di gedung DPRD Surabaya, Jumat (22/8).
Menurut dia, para PSK tersebut yang sempat menolak pemberian bantuan yang diberikan Pemerintah Kota Surabaya sebagai ganti penutupan lokalisasi di kawasan Dolly dan Jarak. Ia mengaku kasihan kepada para PSK yang belum menerima atau sempat menolak pemberian kompensasi yang ditawarkan pemkot tersebut.
Alasan PSK tidak mau menerima dana kompensasi itu dikarenakan bukan kemauan mereka, namun ada pengaruh pihak lain yang melarang para PSK untuk menerimanya. Ia mengatakan untuk saat ini jumlah PSK yang datang ke Koramil berkisar antara 20 orang. Mereka bertujuan untuk mengambil kompensasi yang diberikan kepada pemkot sebagai modal usaha mereka.
"Saya kasihan, makanya kita masih mengusulkan kembali mudah-mudahan saja bisa. Nanti kita tambah lagi waktunya ke Koramil dan nanti PSK itu juga akan kita undang, kan kami tahu alamatnya," katanya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan pihaknya sudah memberikan pelatihan-pelatihan khusus kepada seluruh PSK jauh sebelumnya. Sehingga dirinya berani mengambil keputusan untuk menutup kawasan eks-lokalisasi Dolly yang konon katanya terbesar se-Asia Tenggara tersebut.
"Justru warganya yang baru mendapat pelatihan, tapi kalau PSK sudah lama kami memberikan pelatihan. Bahkan sejak wali kota dijabat oleh Pak Bambang, itu tiap tahun ada pelatihanya dan ada anggaranya," katanya.