REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Di banyak negara, melihat perempuan mengemudikan kendaraan di jalan adalah pemandangan biasa. Di Cina dan banyak negara Eropa serta wilayah lain, orang sudah tak asing melihat perempuan mengemudikan taksi, bus dan bahkan truk berat.
Namun di Afghanistan, negara konservatif, melihat seorang perempuan menjadi pengemudi sungguh masih langka. Itu sebabnya mengapa ketika seorang perempuan muda terlihat sedang duduk di belakang kemudi di bagian utara Ibu Kota Afghanistan, Kabul, ia diikuti oleh pandang mata dari orang yang merasa penasaran.
Beberapa anak kecil sedang bermain layang-layang dan menunggang kuda sementara orang tua yang berada di halaman dipaksa menghentikan kegiatan untuk melihat seorang perempuan muda yang sedang mengemudi. "Saya berusaha mempelajari cara mengemudi sehingga saya bisa menyetir mobil kalau mau pergi ke universitas dan mengunjungi teman serta kerabat. Saya juga bermaksud mengemudikan mobil ke kantor saya setelah saya bekerja setelah lulus," kata perempuan muda itu, yang tak ingin disebutkan jatidirinya, kepada Xinhua.
Perempuan pengemudi tersebut, yang berusia 20-an tahun dan memakai jilbab, mengatakan bahwa di negara lain, perempuan bisa menyetir mobil dan bahkan pesawat. "Mengapa kami tak boleh melakukan itu di Afghanistan?" ia mempertanyakan.
"Kita mesti membuat lelaki dan perempuan setara," kata seorang lagi perempuan pengemudi, yang hanya menyebutkan namanya, Laila, kepada Xinhua.
Kaum perempuan di Afghanistan, terutama di pedesaan tempat orang sangat percaya pada tradisi, biasanya memilih tinggal di rumah atau melakukan pekerjaan ringan. Meskipun tak ada larangan pemerintah bagi perempuan untuk mengemudikan mobil, sangat langka untuk melihat perempuan pengemudi di Kabul serta kota besar lain di Afghanistan.
Selama masa kekuasaan Taliban, dengan hukumnya yang ketat, perempuan bahkan tak diperkenankan berjalan di luar rumah tanpa memakai jilbab dan tanpa ditemani lelaki dari keluarganya. Faksi Taliban telah melarang sekolah khusus anak perempuan dan mengurung perempuan di rumah mereka.
Baru setelah Taliban digulingkan pada 2001 lah perempuan Afghanistan mulai meraih kembali kebebasan mereka. Dengan pendidikan dan pengaruh dari negara demokrasi Barat selama 13 tahun belakangan, sebagian perempuan sekarang menjauhkan diri dari tradisi dan terlihat sedang menyetir di jalanan kota tersebut, yang pada lalu lintas.
Perempuan di Afghanistan saat ini terlibat dalam kegiatan sosial, politik dan budaya. Pada kenyataannya, sekarang ada perempuan yang memangku jabatan di pemerintah.Ada perempuan di Kabinet dan sebagian menjadi anggota parlemen, wartawati, pedagang, penyanyi dan penampil, kondisi yang tak pernah terdengar selama Taliban berkuasa.
Walaupun aksi perlawanan pimpinan Taliban terus menjadi ancaman bagi keamanan negeri itu, banyak warga Afghanistan, termasuk perempuan, bersungguh-sungguh dalam menggerakkan negara mereka ke arah kemajuan dan kebebasan yang lebih besar. Seorang pengamat mengatakan perempuan Afghanistan dapat dipastikan akan memainkan peran utama dalam pemulihan kestabilan di negeri tersebut segera setelah kebuntuan pemilihan umum diselesaikan.